Siswa dan Guru di Myanmar Boikot Kehadiran di Sekolah sebagai Bentuk Protes Kudeta Militer

- 18 November 2021, 11:55 WIB
Ilustrasi bendera Myanmar.
Ilustrasi bendera Myanmar. /Pixabay/jorono

“Sekolah-sekolah itu dioperasikan oleh militer dan sebagai seorang revolusioner, saya menolak untuk mengirim anak-anak saya”

“Kalau kami, orang tua, memilih menyekolahkan anak kami, itu artinya kami mendukung militer. Saya hanya akan mengirim mereka setelah pihak sipil kembali berkuasa," ujar Nay Zin Oo yang meminta agar nama aslinya tidak digunakan.

Dia percaya bahwa memboikot sekolah adalah cara yang ampuh untuk memprotes militer saat dia berjuang untuk kembali ke pemerintahan sipil yang terpilih pada November 2020.

Baca Juga: Sinopsis Film The November Man: Aksi Mantan Agen CIA Menyelidiki Kasus yang Membahayakan

Pasalnya, militer telah lama diketahui berkontribusi menyebar ketakutan di lingkungan sekolah.

Pada bulan Mei saja, lebih dari 100 sekolah diserang oleh pasukan keamanan, menurut data yang dikumpulkan oleh Save the Children dan jumlah ini terus meningkat dalam beberapa bulan sejak itu.

Selama akhir pekan, dua guru sekolah menengah dari Mandalay, yang menolak bekerja di bawah militer, dipukuli dan ditangkap karena mendukung gerakan pemogokan.

Baca Juga: PPKM Level 3 Akan Berlaku di Seluruh Indonesia Saat Libur Natal dan Tahun Baru, Begini Kata Muhadjir Effendy

Pada 12 November, sebuah sekolah pelatihan komputer di Mandalay terkait dengan badan amal yang berafiliasi dengan pemimpin sipil yang ditahan, Aung San Suu Kyi, telah dibakar.

Untuk saat ini, tampaknya sebagian besar siswa dan orang tua mereka bersatu dalam aksi protes dengan tidak pergi ke sekolah, mereka tetap bertekad untuk melawan militer dengan cara apapun yang mereka bisa.***

Halaman:

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah