Di Tengah Mewabahnya Virus Corona, 10.000 Pria Jepang Ikuti Festival Tanpa Busana di Okoyama

- 18 Februari 2020, 12:53 WIB
PRIA Jepang mengikuti Festival Tanpa Busana di Kuil Okoyama, Sabtu 15 Februari 2020.*/
PRIA Jepang mengikuti Festival Tanpa Busana di Kuil Okoyama, Sabtu 15 Februari 2020.*/ /REUTERS/

PIKIRAN RAKYAT - Dalam waktu satu tahun sekali, Jepang akan mengadakan festival tanpa busana atau bertelanjang bagi para pria di malam terdingin di musim dingin pada bulan Februari.

“Setahun sekali, pada waktu terdingin di bulan Februari, kami membungkus diri dengan fundhosi untuk menjadi seorang lelaki,” kata Yasuhiko Tokuyama (55), presiden sebuah perusahaan elektronik regional yang ikut berpartisipasi di Festival Tanpa Busana tahun ini.

Festival tanpa busana itu disebut sebagai Hadaka Matsuri, tradisi yang telah digelar rutin disetiap tahunnya sejak masa Muromachi pada 1338 hingga 1573 itu dimaksudkan sebagai pertunjukan rasa syukur atas melimpahnya hasil panen, kemakmuran, dan kesuburan di Jepang.

Tahun ini, Festival tanpa busana digelar di Okayama, Jepang pada Sabtu, 15 Februari 2020. Menurut laporan dari Reuters, ada sekitar 10.000 pria Jepang yang berkumpul di kuil untuk mengikuti kemeriahan festival tersebut.

Baca Juga: Cegah Kasus Prostitusi Kawin Kontrak di Puncak Bogor, Ridwan Kamil akan Pasang Baliho 

Meskipun dinamakan sebagai festival tanpa busana, para pria Jepang yang hadir disana tetap mengenakan celana tradisional yang biasa dipakai oleh para atlet sumo, atau dikenal juga sebagai fundhosi.

Selama festival berlangsung, para pria ber-fundhosi itu berkerumun di sauna, saling berpegangan pundak dan berlari-lari kecil mengitari seluruh area, kemudian pada acara puncak yang berlangsung pukul 10.00 malam, ke 10.000 pria Jepang masuk ke kuil untuk menemui pendeta.

Di dalam kuil yang minim pencahayaan, biksu yang berdiri di atas, akan melemparkan sejumlah jimat kayu keberuntungan kepada para pria yang berkerumun di bawah.

Puncak acara diisi dengan padamnya pencahayaan minim tersebut dan muncullah seorang pendeta yang melempar dua batang ranting keberuntungan berukuran masing-masing 20 centimeter kepada para peserta Festival Tanpa Busana.

Baca Juga: Gunakan Smartphone saat Hujan Tidak Akan Tersambar Petir, Benarkah? 

Dalam kasus Festival Tanpa Busana di tahun-tahun sebelumnya, selalu ada korban jiwa atas perebutan dua ranting keberuntungan yang dilemparkan oleh pendeta, namun beruntungnya, tahun ini tidak ada korban jiwa di Festival Tanpa Busana.

Menurut laporan Reuters, hanya ada sejumlah orang yang mengalami memar dan luka akibat terhuyung oleh ribuan peserta lain yang saling memperebutkan dua ranting keberuntungan dari pendeta.

Sebagai salah satu peserta, Yasuhiko Tokuyama mengaku Festival Tanpa Busana sangatlah penting di Jepang. Oleh karena itu, dirinya terus berpartisipasi menjadi peserta dari tahun ke tahun walau harus berperang dengan cuaca yang amat dingin.

 Baca Juga: Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurun Akibat Virus Corona, Ridwan Kamil Minta Geser Impor Tiongkok ke Impor Regional

"Itulah pentingnya acara ini dan mengapa saya terus berpartisipasi," kata dia.

Ada sake dan bir yang dijual di luar kuil, kata Yasuhiko, itu untuk menghangatkan orang-orang yang bersenang-senang saat terjun ke kolam air dingin sebelum masuk kuil.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x