PBB Desak Dunia Berupaya Lindungi Anak-anak Myanmar dari Kekerasan Junta Militer: Korban yang Tak Bersalah

- 18 Juni 2022, 08:00 WIB
Pakar hak asasi manusia PBB meminta dunia melakukan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak Myanmar dari kekerasan junta militer.
Pakar hak asasi manusia PBB meminta dunia melakukan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak Myanmar dari kekerasan junta militer. /REUTERS/Athit Perawongmetha/File Photo/

PR DEPOK – Pakar hak asasi manusia PBB menyebut bahwa dunia berisiko menciptakan "generasi yang hilang" anak-anak di Myanmar.

PBB mendesak dunia mengambil langkah segera untuk melindungi anak-anak Myanmar dari kekerasan yang dilakukan oleh militer sejak merebut kekuasaan pada Februari 2021 lalu.

“Serangan tak henti junta terhadap anak-anak menggarisbawahi kebobrokan dan kesediaan para jenderal untuk menimbulkan penderitaan besar pada korban yang tidak bersalah dalam upayanya untuk menundukkan rakyat Myanmar,” ujar Tom Andrews, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar.

Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Al Jazeera, dia mengatakan anak-anak Myanmar terperangkap dalam baku tembak tindakan keras militer terhadap lawan.

Baca Juga: Cek Daftar Nama Penerima PKH Tahap 2 di Sini, BLT Ibu Hamil dan Lansia Masih Cair hingga Akhir Juni 2022

Bukan hanya itu, Tom Andrew menyebut anak-anak Myanmar sengaja menjadi sasaran dalam apa yang dia katakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

Myanmar terjerumus ke dalam krisis setelah para jenderal, yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing, menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan mengambil alih kekuasaan untuk diri mereka sendiri.

Kudeta menyebabkan protes massa dan pemberontakan rakyat dengan beberapa warga sipil membentuk kelompok pemberontak untuk melawan militer.

Hampir 2.000 orang telah dibunuh oleh militer sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok pemantau. Lebih dari 11.000 ditahan.

Baca Juga: Cara Daftar BLT Balita 0-6 Tahun Lewat HP, Siapkan KK dan KTP untuk Cairkan Rp3 Juta

Menurut Andrews, militer Myanmar telah membunuh sedikitnya 142 anak dan secara sewenang-wenang menahan lebih dari 1.400.

Setidaknya 61 anak, termasuk beberapa di bawah usia tiga tahun, dilaporkan disandera, sementara PBB mengatakan telah mendokumentasikan penyiksaan terhadap 142 anak sejak kudeta.

“Saya menerima informasi tentang anak-anak yang dipukuli, ditikam, disundut dengan rokok, dan menjadi sasaran eksekusi palsu, dan yang kuku dan giginya dicabut selama sesi interogasi yang panjang,” ungkap Andrews.

Pakar PBB tersebut mengatakan serangan terhadap anak-anak menunjukkan tanggapan masyarakat internasional terhadap kudeta telah gagal.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Hari Ini Sabtu, 18 Juni 2022: Waspada Hujan Disertai Petir pada Siang dan Sore Hari

“Negara-negara harus segera mengambil tindakan terkoordinasi untuk mengatasi meningkatnya krisis politik, ekonomi dan kemanusiaan yang menempatkan anak-anak Myanmar pada risiko menjadi generasi yang hilang,” katanya.

Ia mendesak peningkatan tekanan pada para pemimpin kudeta, dan langkah-langkah yang lebih kuat untuk mengekang kemampuan militer dalam membiayai tindakan mereka.

“Negara harus mengejar sanksi ekonomi yang lebih kuat dan investigasi keuangan yang terkoordinasi. Saya mendesak negara-negara anggota untuk berkomitmen pada peningkatan dramatis dalam bantuan kemanusiaan dan dukungan regional yang tegas bagi para pengungsi,” ujarnya.

Negara-negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris telah memberlakukan sanksi terhadap para pemimpin kudeta dan beberapa bagian dari bisnis militer.

Baca Juga: Tanggal Berapa BPNT Kartu Sembako Juni 2022 Cair? Simak Jadwal dan Cara Cek Penerima di Link Resmi Kemensos

Pada bulan Februari, Uni Eropa memperluas langkah-langkahnya untuk memberi sanksi pada Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE) milik negara, yang dianggap sebagai sumber pendapatan yang menguntungkan bagi militer.

Andrews mencatat bahwa masyarakat internasional hanya berkomitmen 10 persen dari dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan Rencana Respons Kemanusiaan Myanmar 2022 dan sebagai akibatnya program-program penyelamatan nyawa untuk anak-anak harus ditunda.

PBB memperkirakan bahwa sekitar 7,8 juta anak putus sekolah akibat kekerasan yang terus berlanjut di Myanmar.

Sementara itu, puluhan ribu anak kehilangan imunisasi rutin dan perawatan kesehatan penting lainnya dengan runtuhnya sistem kesehatan masyarakat.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah