Baca Juga: Waspada, BMKG Prediksi Akan Terjadi Gelombang Tinggi di Selat Sunda-Laut Jawa dalam 2 Hari Kedepan
Anggota partai Utsul juga akan diselidiki untuk memastikan mereka bukan Muslim (Partai Komunis Tiongkok secara resmi adalah atheis) dan akan mendapatkan hukuman jika terbukti taat beragama.
Selain jilbab, rok panjang yang secara tradisional dipakai oleh wanita Utsul untuk menutupi aurat atau tubuh bagian bawah dilarang di sekolah dan tempat kerja. Selain itu, masjid juga harus memiliki anggota Partai Komunis yang duduk di komite manajemen mereka untuk tujuan pemantauan.
Langkah-langkah ini mencerminkan kebijakan yang pertama kali dikembangkan di Xinjiang dan telah diterapkan di seluruh negeri.
Pada tahun 2018, Dewan Negara Tiongkok mengeluarkan arahan rahasia, berjudul "Memperkuat dan Meningkatkan Pekerjaan Islam dalam Situasi Baru," yang memerintahkan penghapusan aksen Arab apa pun dari masjid, di antara banyak pembatasan lainnya.
Baca Juga: Jakarta Lanjutkan PSBB Total, Pakar Epidemiologi UI: Kasus Positif Covid-19 Terbukti Melandai
Sejak itu, masjid di daerah dan provinsi di luar Xinjiang telah dihapus kubahnya, ditutup, atau diganti dengan ubin pagoda gaya Tiongkok.
Menurut relawan komunitas Utsul, pelarangan jilbab ditanggapi dengan protes keras dari siswa dan keluarganya.
Larangan itu untuk sementara dicabut Selasa lalu setelah ratusan siswa di tiga sekolah menolak untuk melepas jilbab dan yang lainnya memboikot kelas untuk menunjukkan dukungan.
Upaya sinisasi pemerintah telah menargetkan minoritas lain dalam beberapa tahun terakhir. Awal bulan ini protes juga dilancarkan di seluruh Mongolia dalam, setelah pihak berwenang memutuskan bahwa sekolah harus berhenti mengajar mata pelajaran tertentu dalam bahasa Mongolia dan beralih ke bahasa Mandarin sebagai gantinya.