Diabaikan Warga, PSBB dan Imbauan Wali Kota Depok Tak Bermakna

30 April 2020, 11:23 WIB
Wali Kota Depok Mohammad Idris /Amir Faisol/PR

PIKIRAN RAKYAT - Pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah diambil oleh pemerintah pusat sebagai upaya penanggulangan COVID-19 di suatu wilayah.

Peningkatan kasus positif COVID-19, penyebaran kasus, dan adanya transmisi lokal penyebaran virus corona merupakan kriteria dalam penerapan PSBB yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020.

Kota Depok sudah dua pekan terakhir sebelumnya telah melaksanakan PSBB periode pertama yang artinya semua indikator tersebut terjadi di kota ini.

PSBB periode pertama pun berlaku sejak Rabu 15 April hingga Selasa 28 April. Harapannya hanya satu bahwa penularan virus bisa terkendali.

Baca Juga: Cek Fakta: Virus Corona Sengaja Dibuat oleh Tiongkok, Simak Faktanya 

Sayangnya, fakta secara statistik memperlihatkan angka peningkatan kasus terkonfirmasi positif di Kota Depok hingga Rabu 29 April 2020 mencapai 256 orang, berikut dengan kasus pasien dalam pengawasan dan orang dalam pemantauan terus bertambah secara signifikan.

Belum lagi fakta di lapangan yang menunjukkan masih tingginya warga yang beraktivitas di luar rumah dan kesadaran warga untuk #dirumahaja.

Padahal dalam Peraturan Wali Kota Nomor 22 Tahun 2020 sudah ada enam ruang lingkup kegiatan warga yang dibatasi.

Dalam perwal itu diatur juga bahwa warga tidak boleh berkerumun lebih dari lima orang dan seluruh warga yang berdomisili di Depok wajib menggunakan masker.

Baca Juga: Di Tengah Misteri Kesehatan Kim Jong Un, Korsel Sebut Korut Sibuk Cegah Penyebaran Corona 

Jauh dari pelaksanaan PSBB, dari awal kasus ini muncul di Kota Depok wali kota memang secara berjenjang mengeluarkan surat edaran untuk membatasi aktivitas warga di luar rumah.

Mulai dari kegiatan pendidikan yang dilakukan di rumah, bekerja di rumah, beribadah di rumah, dan belanja di rumah dengan memanfaatkan belanja online.

Menyangkut moda trasnportasi, Wali Kota Depok, Mohammad Idris juga telah membatasi agar membawa penumpang setengah dari kapasitas kendaraan.

Aturan ini berlaku juga bagi moda transportasi umum. Termasuk pengendara motor dilarang berboncengan.

Wali kota tak kuasa mengontrol kepentingan warga beraktivitas di luar rumah di tengah pendemi

Baca Juga: 288.000 Peserta Lolos Seleksi Kartu Prakerja, Berikut Jadwal Gelombang Ketiga 

Mohammad Idris mengaku kewalahan melihat masih tingginya warga yang beraktivitas di luar rumah di tengah pandemi saat ini.

Selama pelaksanaan PSBB ini, Idris memang tidak mempunyai wewenang lebih untuk mengatur pergerakan warga. Semua imbauan-imbauan yang dikeluarkan syarat tidak bermakna.

Misalnya saja, Idris tidak bisa membendung keinginan warga di Kecamatan Cilodong yang masih pergi ke kolam pancing dengan jumlah massa yang tidak sedikit.

Karena memang tidak ada aturan dan sanksi yang mengikat, warga pun tidak akan 'mengikat' diri untuk tetap sekedar tinggal di rumah sampai pandemi ini selesai.

Baca Juga: Refly Harun Sebut Larangan Mudik Langgar HAM, Pakar Hukum: Justru untuk Melindungi 

Meski begitu akhirnya dengan pendekatan bersifat persuasif, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berhasil meminta warga tersebut untuk bubar dari kegiatan mancing massal itu.

Dalam pengamatan Pikiranrakyat-depok.com pada Kamis, 30 April 2020 di pintu keluar masuk Kota Depok atau di lokasi cek poin, aturan yang dibuat Idris juga tidak bisa membendung kepentingan warga yang masih keluar rumah untuk sekadar mengunjungi sanak saudaranya.

Idris memang mengaku bahwa di hari keempat pelaksanaan PSBB pertama saja, aktivitas warga di luar rumah masih sangat tinggi.

"Evaluasinya masih sangat lemah dari kesadaran masyarakat untuk stay at home itu aja sebenarnya. Kalau sudah stay at home sudah selesai kita lebih mudah mengatur," ungkap Idris kepada Pikiranrakyat-depok.com saat dikonfirmasi pada Sabtu, 18 April 2020.

Baca Juga: 'The King: Eternal Monarch' Tawarkan Drama Romantis dengan Nuansa Berbeda 

Kasus COVID-19 alami peningkatan bukti PSBB tak bermakna

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Depok menilai dua pekan PSBB tidak berjalan efektif untuk menekan peningkatan kasus COVID-19.

Ketua Gugus Tugas IDI Kota Depok, dr. Alif Noeriyanto menilai pemerintah perlu mengevaluasi dan memperbaiki sistem dan mekanisme pelaksanan PSBB.

Evaluasi tersebut berdasar pada fakta masih tingginya penambahan jumlah pasien positif dan pasien suspect corona baik yang dinyatakan dalam pengawasan atau pemantauan.

Lebih ekstrem, Alif meminta agar Idris mengevaluasi aturan soal keberadaan transportasi umum yang masih beroperasi.

Baca Juga: 'The King: Eternal Monarch' Tawarkan Drama Romantis dengan Nuansa Berbeda 

Alif memang meminta agar angkot dan jenis transportasi umum lainnya di-'lock down' saja. Pun kalau tidak, Alif menantang Mohammad Idris agar menerapkan sistem yang lebih ketat di transportasi umum dengan mengecek status pekerjaan warga tersebut.

Pasalnya memang selama PSBB ini ada 11 sektor usaha yang masih dibolehkan untuk beroperasi. Oleh karena itu, wali kota ditantang agar menerapkan pembatasan pengguna angkot selain bagi karyawan di 11 sektor tersebut.

Belum lagi, selama seminggu, warga yang beraktivitas di luar rumah masih tinggi sehingga jalanan di Depok masih ramai.

Dalam pandangan dr. Alif, PSBB bisa berhasil hanya apabila warga bisa benar-benar disiplin menerapkan physical distancing.

Baca Juga: Korupsi Anggaran Virus Corona, KPK Sebut Akan Hukum Mati Pelakunya 

Tak ada sanksi PSBB makin tidak bermakna

Mohammad Idris membenarkan bahwa selama PSBB justru terjadi peningkatan kasus konfirmasi rata-rata 8-9 orang per hari dibandingkan sebelum PSBB yang hanya rata-rata 6-7 orang per hari.

Peningkatan kasus konfirmasi terjadi karena telah dilaksanakan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan Swab PCR, serta terdapat penambahan kasus konfirmasi dari PDP yang hasil Swab PCR-nya positif.

Namun untuk penambahan rata-rata jumlah OTG, ODP dan PDP per hari lebih sedikit selama PSBB dibandingkan dengan sebelum PSBB.

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono menyebut saat ini memang belum ada satu daerah yang benar-benar efektif menekan penularan kasus COVID-19 melalui metode PSBB.

Baca Juga: Berikut Rekomendasi Film dan Serial Netflix yang Tayang Sepanjang Mei 2020 

Dengan begitu, pemerintah daerah seolah bekerja tanpa panduan yang jelas, sepintas hanya meraba-raba. Sehingga pelaksanaan PSBB di periode pertama tak ubahnya trail error.

Tri Yunis memang berpandangan pemerintah pusat juga tidak mengembangkan lebih detail indikator-indikator implementasi pelaksanaan PSBB.

Sehingga pemerintah daerah bisa lebih gencar lagi memantau semua aktivitas warga dengan melibatkan RT dan RW, apalagi sudah ada kampung siaga.

"Warga tidak boleh keluar kecuali untuk memenuhi kebutuhan makanan dan obat. Di luar itu seharusnya tidak boleh," katanya.***

 
Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler