Gus Yaqut Jadi Menag Gantikan Fachrul Razi, Akhmad Sahal: Sinyal Jokowi Gas Pol Perangi Radikalisme

23 Desember 2020, 07:44 WIB
Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Amerika, Akhmad Sahal. /Tangkapan layar YouTube CokroTV

PR DEPOK – Presiden Joko Widodo telah mengumumkan enam orang menteri baru kabinet Indonesia Maju pada Selasa, 22 Desember 2020.

Salah satu posisi Menteri yang diganti yakni Menteri Agama (Menag) yang sebelumnya diisi oleh Fachrul Razi.

Diketahui, Jokowi menunjuk Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama menggantikan Fachrul Razi.

Baca Juga: Jadwal SIM dan Samsat Keliling Kota Depok pada Rabu 23 Desember 2020

Yaqut Cholil atau kerap disapa Gus Yaqut sebelumnya dikenal sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU).

Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Amerika, Akhmad Sahal memberikan ucapan selamat kepada Gus Yaqut atas pengangkatan tersebut.

“Tentu saja kementerian agama itu punya banyak sekali tugas dan bidang. Tetapi menurut saya, Gus Yaqut sebagai Menag yang baru ini ada yang menarik,” tuturnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube CokroTV pada Rabu, 23 Desember 2020.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Rabu, 23 Desember 2020: Virgo, Jangan Sekali-kali Sarankan Ide Gila pada Orang Lain

Ia mengatakan bahwa dalam periode kedua pemerintahannya, Jokowi menegaskan bahwa salah satu agenda utamanya adalah memerangi radikalisme.

Maka dari itu, menurutnya penunjukan Gus Yaqut tersebut merupakan sinyal bahwa Jokowi "gas pol"dalam memerangi radikalisme

“Kenapa? Pertama, Gus Yaqut itu Ketua (Gerakan Pemuda) Ansor yang track record-nya dalam menghadapi kaum radikal itu frontal, seperti melawan kampanye-kampanye HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dan seterusnya,” katanya.

Baca Juga: Jadwal Program Belajar dari Rumah oleh Kemendikbud yang Tayang di TVRI pada Rabu 23 Desember 2020

Akhmad menuturkan bahwa Gus Yaqut berani pasang badan untuk melawan kaum radikal, bukan hanya di lapangan tetapi juga di media sosial.

Kemudian, ia menilai bahwa GP Ansor dan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) memiliki komitmen kepada keindonesiaan yang tak terbantahkan lagi.

“Bahkan untuk itu mereka rela untuk di-bully dan dilecehkan, misalnya seperti saat-saat menjelang natal, mereka menjaga gereja yang berarti menjaga keindonesiaan dari ancaman teror dan kaum radikal,” ucap Akhmad.

Baca Juga: Antam 2 Gram Turun 49 Ribu, Berikut Update Harga Emas di Pegadaian pada Rabu, 23 Desember 2020

Poin kedua, menurutnya penunjukan Gus Yaqut juga tepat karena dia adalah seorang santri dari latar belakang pesantren yang kental.

Ia menyebutkan bahwa Gus Yaqut menganut paham keislaman yang menjadi warna dari NU, yakni Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang menekankan moderasi dalam beragama.

“Paham keagamaan seperti inilah yang dibutuhkan untuk menghalau dan melawan radikalisme,” katanya tegas.

Baca Juga: Sudah Coba Daftar Namun Belum Dapat BLT UMKM Rp2,4 Juta? Ini Solusinya!

Akhmad mengungkapkan, sebagai orang yang tumbuh dalam kultur pesantren, Gus Yaqut sangat confident untuk menegaskan bahwa radikalisme itu bukan sesuatu yang disikapi dengan sikap denial atau penyangkalan.

“Biasaya kan ada sejumlah kalangan islam yang mengatakan bahwa teroris tidak punya agama, radikalisme tidak terkait dengan agama dan seterusnya. Tapi Gus Yaqut tidak seperti itu,” ujarnya.

Akhmad menuturkan, Gus yaqut pernah menjelaskan bahwa jika ada orang yang bilang radikalisme itu tidak terkait dengan agama, itu bohong.

Baca Juga: Bersyukur Sandiaga Uno Terpilih Gantikan Dirinya Jadi Menparekraf, Begini Tanggapan Wishnutama

“Karena di timur tengah. Orang mengebom, membunuh, itu mengatasnamakan jihad. Orang-orang di sini juga memekikkan takbir tapi kemudian yang muncul adalah ekspresi penghalalan kekerasan atas nama agama,” tuturnya.

Menurut penilaiannya, hal ini membutuhkan sikap yang tegas untuk berani mengakui bahwa ada yang salah dalam pemahaman keislaman.

“Jadi ini betul-betul masalah kedewasaan dalam beragama,” ujar Akhmad.

Baca Juga: Sangat Mudah Hanya Perlu Masukan NISN, Cek Penerima Bantuan PIP hingga Rp1 Juta dari Kemendikbud

Ia menjelaskan, cara mengatasi hal tersebut yakni dengan memberikan narasi balasan terhadap paham keislaman semacam itu.

Selain itu, ia menerangkan bahwa kini pemerintah punya modal untuk melihat isu radikalisme tidak secara simpilistis (sederhana).

Menurutnya, keragaman radikalisme harus dihadapi dengan berbeda dan sepenuhnya tidak bisa dengan UU Terorisme dan lain-lain.

Baca Juga: Tuding Fachrul Razi Tak Paham Urusan Keagamaan, Guntur Romli: Berlindung di Bawah Nama Habib Luthfi

Baca Juga: Ucap Alhamdulillah dan Innalillahi Terpilih Jadi Menag, Gus Yaqut: Saya Akan Lakukan yang Terbaik

Namun, juga harus melalui apa yang disebut dengan perang ideologi atau perang pemikiran.

“Modal dia sebagai santri itu memungkinkan dia untuk melihat kompleksitas masalah dengan betul-betul jeli,” katanya.

Akhmad menegaskan, jika pemerintah ingin memerangi terorisme, pemerintah harus memerangi paham radikalisme lebih dulu.

Baca Juga: Jabatan Menteri Kemenparekraf Digantikan Sandiaga Uno, Ini Harapan Wishnutama

Baca Juga: Baru Dilantik Jadi Menteri Sosial, Tri Rismaharini Sudah Diingatkan Hal Penting Ini

“Apabila mau memerangi radikalisme, maka intoleransi harus diatasi terlebih dulu. Itulah tahap-tahapnya. Mulai dari intoleransi, radikalisme, baru kemudian terorisme,” tuturnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Tags

Terkini

Terpopuler