PR DEPOK – Sejumlah warga Buleleng, Bali melaporkan adanya jejak cahaya di langit serta suara dentuman yang terdengar cukup jelas pada 24 Januari 2021.
Sensor gempa di Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Singaraja juga mendeteksi adanya anomali getaran selama sekira 20 detik mulai pukul 10.27 WITA. Getaran itu memiliki intensitas sekitar 1,1 Magnitudo.
Berdasarkan informasi tersebut ada kemungkinan bahwa kejadian tersebut merupakan kejadian benda jatuh antariksa.
Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari ANTARA pada Senin, 25 Januari 2021, astronom sekaligus peneliti madya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Rhorom Proyatikanto dalam keterangannya menduga dentuman di langit Bali berasal dari meteor besar yang jatuh.
''Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya meteor yang jatuh. Meteor itu menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan," kata Rhorom.
Rhorom mengatakan bahwa meteor tersebut diduga memiliki ukuran awal beberapa meter lebih kecil daripada asteroid Bone yang terjadi pada tahun 2009 lalu.
Untuk diketahui, warga Bone pada 8 Oktober 2009 lalu mendengar adanya ledakan disertai getaran kaca-kaca rumah mereka. Warga juga melihat jejak asap di langit.
Dugaan Lapan pada saat itu, meteor besar, akhirnya mendapat bukti dari peneliti NASA yang menggunakan data infrasound. Data ini mengindikasi adanya meteor jatuh yang diperkirakan berdiameter 10 meter.
Berkaitan dengan peristiwa di Buleleng, Rhorom mengatakan sistem pemantauan orbit.sains.lapan.go.id tidak menunjukkan adanya benda artifisial atau sampah antariksa yang diperkirakan melintas rendah atau jatuh di wilayah Indonesia.
Baca Juga: BTS akan Rilis Album Versi Terbaru Berjudul BE (Essential Edition) Pada 19 Februari 2021 Mendatang
Hal tersebut memperbesar kemungkinan bahwa kejadian yang teramati di lokasi tersebut berkaitan dengan benda alamiah. Meteor berukuran besar atau dikenal juga sebagai bolide atau fireball bisa jadi masuk ke atmosfer, terbakar, dan jatuh di dekat Buleleng.
Dalam prosesnya, meteor tersebut dapat memicu gelombang kejut hingga suara dentuman yang bisa terdeteksi oleh sensor gempa.
Sebagian besar meteor terbakar di atmosfer dan bisa jadi ada sebagian kecil yang tersisa dan jatuh ke permukaan bumi baik darat ataupun laut.
Fragmentasi meteor besar juga jamak terjadi ketika meteor tersebut mencapai ketinggian sekitar 100 kilometer di atas permukaan bumi.
Baca Juga: Jadi Korban Rasisme, Natalius Pigai 'Curhat' dan Minta Perhatian ke Menhan AS Llyod Austin
Belakangan ini, tidak ada aktivitas hujan meteor, kecuali dengan intensitas yang sangat kecil. Namun perlu diketahui bahwa pada tahun 2021, sudah ada sekitar 40 penampakan meteor besar di berbagai belahan bumi.
International Meteor Organization (IMO) menerima dan mencatat laporan akan penampakan fireball atau meteor besar dengan cukup baik.
Beberapa kejadian disertai dengan suara dentuman yang terdengar cukup jelas.
Sementara itu, Minor Planet Center (MPC) yang dikelola oleh International Astronomical Union (IAU) tidak mengumumkan adanya papasan dekat asteroid dengan potensi bahaya.
Baca Juga: Rose BLACKPINK akan Bawakan Perdana Lagu Debut Solonya dalam Konser Online THE SHOW 31 Januari 2021
Pada 24 Januari 2021, terdapat setidaknya tiga asteroid berdiameter kurang dari 100 meter yang melintas dengan jarak minimum beberapa kali lipat jarak Bumi dan Bulan.
''Bila memang apa yang terjadi di Buleleng merupakan jatuhnya meteor berukuran besar, maka objek tersebut tidak berasosiasi dengan asteroid yang terdeteksi dan terkatalogkan sebelumnya," ujar Rhorom.
Menurut Rhorom, meteor yang telah mencapai permukaan Bumi tidak berpotensi bahaya.
Ia mengatakan bahwa benda antariksa itu tidak mengandung unsur radioaktif yang membahayakan. Selain itu, mineral yang terkandung dalam meteor pun tidak berbahaya bagi lingkungan.***