Desak KPK Ungkap 'Madam' Bansos, Refly: Harusnya Tiada Ampun, Mau Pembesar Partai atau Partai yang Berkuasa

27 Januari 2021, 16:28 WIB
Master ilmu hukum tata negara dari Universitas Notre Dame, AS, Refly Harun. /Tangkapan Layar YouTube Refly Harun

PR DEPOK – Ahli hukum tata negara, Refly Harun turut menanggapi polemik sosok ’Madam’ yang disinggung dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara.

Untuk diketahui, dalam kasus korupsi bansos tersebut, Juliari menerima suap sebesar Rp17 miliar.

Diduga uang tersebut berasal dari potongan sebesar Rp10.000 untuk setiap paket bansos Covid-19.

Baca Juga: Cek Fakta: Kumham Dikabarkan Hapus Sanksi Menolak Vaksinasi Covid-19 Usai Anak Buah Megawati Tolak Divaksin

Dalam penelusuran media tersebut, ditemukan bahwa tidak semua penyedia bansos dikenakan potongan tersebut.

Terdapat dua nama yang dicatut tidak dikenai potongan tersebut, yakni Herman Hery dan Ihsan Yunus.

Keduanya tidak dikenai potongan karena disinyalir merupakan bagian dari sosok ‘Madam’ yang mengacu ke seorang petinggi elite politik sebuah partai besar di Indonesia.

Baca Juga: Indonesia 1 Juta Kasus Covid-19, Ruhut Sitompul: Jangan Nyerah, Doakan Pak Jokowi Tetap Tegar dan Kuat

Dalam kanal Youtube pribadinya, Refly mengatakan bahwa semenjak era Reformasi dimulai sekira 24 tahun lalu, pemberantasan korupsi masih lemah dilaksanakan oleh pemerintah.

Padahal, lanjut Refly, pemberantasan korupsi menjadi salah satu dari tiga agenda utama reformasi, selain amandemen UUD ’45 dan penghapusan dwi fungsi ABRI.

Menurutnya, kelemahan dalam pemberantasan korupsi disebabkan ketidakseriusan pemerintah dalam melaksanakannya.

Baca Juga: Sama-Sama Rasakan Reaksi Berbeda pada Tubuh, Ini Komentar Jokowi dan Raffi Ahmad Usai Divaksin Tahap Kedua

Hal ini, karena kasus korupsi seringkali melibatkan elit politik, partai, hingga elit istana.

Dalam kasus ‘Madam’ bansos ini, Refly menilai, perlu adanya kontrol dari masyarakat agar KPK lebih berani dalam mengungkap sosok tersebut.

“Perlu kontrol masyarakat yang membuat KPK harus mau dan bergigi untuk mengungkap kasus ini, siapapun dia. Karena kalau kita bicara tindak pidana korupsi, apalagi yang dikorupsi adalah bansos, harusnya tiada ampun.”

Baca Juga: Kembali Hadir di Tahun Baru, ShopeePay Talk Bagikan Kiat Sukses Lewat Bisnis Franchise

“Mau dia pembesar partai, the ruling party (partai yang berkuasa), anak pak lurah, dan lain sebagainya, kalau memang terlibat tindak pidana korupsi. Kalau tidak, ya kita tidak boleh. Kita tidak boleh menyalahkan orang benar, dan tidak boleh membenarkan orang yang salah,” tutur Refly Harun dalam kanal Youtubenya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com

Menurut Refly, seharusnya KPK bisa mudah mengungkapkan jaringan dari korupsi bansos ini, terutama sosok ‘Madam’ bansos.

KPK bisa mendalaminya dengan memeriksa orang-orang yang telah menjadi tersangka sebelumnya, ataupun orang-orang yang disebutkan dalam investigasi media sebelumnya, seperti Herman Hery dan Ihsan Yunus.

Baca Juga: Sebut Jokowi Senin Kepedean Selasa Berduka, Hendri Teja: Gimana Optimisme Publik Bisa Makin Tegak Jika...

“Mudah-mudahan keberanian KPK ini betul-betul akan tampak, dan harusnya so easy untuk mengungkap jaringan ini semua karena jelas aktor-aktor yang bakal terlibat, atau aktor-aktor yang bisa terlibat. Bisa dimulai dari Juliari Batubara sendiri, lalu dengan tersangka-tersangka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, bisa dimulai juga dengan orang-orang yang disebut dalam berita, dan pihak-pihak lain,” ujar Refly Harun.

Refly mengatakan, jika investigasi media saja bisa mengungkapkan keterlibatan pihak lain dalam korupsi bansos, seharusnya KPK bisa melakukan hal yang lebih mendalam.

Sebab, lanjut Refly, investigasi yang dilakukan media bukan sebuah proses yang pro justitia, yang bisa memaksa orang untuk datang memberikan informasi dan kesaksian.

Baca Juga: Publik Desak Abu Janda Turut Dipolisikan Soal Rasisme, Roy Suryo: Wajar, Dia Singgung Umat Islam

Sementara KPK, bisa melakukan proses pro justitia tersebut.

“KPK harusnya bisa lebih dari itu, karena KPK diberikan kewenangan untuk memaksa saksi-saksi, dalam tanda kutip, untuk datang dan memberikan kesaksian. Perkara kemudian ada hak ingkar karena yang bersangkutan itu dijadikan tersangka, itu soal lain. Tapi kalau dia bersifat sebagai saksi, ada yang namanya bahwa saksi itu tidak boleh bohong. Karena kalo dia tidak menyatakan ketidakbenaran, kalo dia ingkar, kalo dia bohong, maka kemudian bisa terkena tindak pidana memberikan kesaksian palsu,” ujar Refly.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: YouTube Sobat Dosen

Tags

Terkini

Terpopuler