Sesalkan Pernyataan Anggota DPR Soal UU ITE, Najwa Shihab: Masak Kasus Rakyat-rakyat Kecil Tak Penting?

HM
18 Februari 2021, 20:10 WIB
Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa. /Instagram @matanajwa

PR DEPOK - Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut adanya pasal-pasal karet dalam UU ITE menimbulkan sejumlah perdebatan publik.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Muara Sakti Simbolon menjadi salah satu orang yang tegas membantah adanya pasal-pasal karet yang dimaksud Jokowi.

Hadir dalam gelar wicara Mata Najwa bertajuk “Kritik Tanpa Intrik” yang disiarkan Trans7 pada Rabu, 17 Februari 2021, Effendi Simbolon mempertanyakan di mana letak pasal karet tersebut.

Baca Juga: Kwik Kian Gie Takut Berpendapat karena Buzzer, Shamsi Ali: 'Preman Media Sosial' Ternyata Lebih Menakutkan

Ia bahkan menantang Jokowi untuk membuktikan pernyataannya yang menyebut pasal-pasal karet dalam UU ITE.

“Saya mendengar kutipan dari presiden itu 'kalau'. Tapi kalaupun 'kalau' dan dianggap menjadi biang masalahnya dan menyebut pasal karet, saya ingin bertanya kembali ke Pak Presiden, yang disebut pasal karet itu yang mana? Coba buktikan, tunjukan!" ujarnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com, Kamis, 18 Februari 2020.

Dicecar sejumlah jawaban dari narasumber yang juga hadir dalam acara Mata Najwa kemarin, Effendi kembali meminta pembuktian adanya pasal-pasal karet yang membuat carut marut hingga memakan banyak korban.

Baca Juga: Eddy Hiariej Sebut Juliari Batubara dan Edhy Prabowo Layak Dihukum Mati, Henry Subiakto: Saya Setuju!

“Karena adanya pasal-pasal karet tolong dibuktikan dulu yang mana yang dimaksud karet, hingga membuat carut marut, membuat para pihak menjadi korban. Saya tidak melihat ada korban gara-gara Undang-Undang itu,” kata Effendi Simbolon.

Untuk menjawab keraguan Effendi soal korban-korban salah tafsir UU ITE, Najwa Shihab juga menghadirkan Ketua Paguyuban Korban UU ITE, Muhammad Arsyad.

Najwa Shihab lantas bertanya kepada Muhammad Arsyad mengenai berapa banyak persisnya jumlah anggota paguyuban korban UU ITE itu.

Baca Juga: Bernama 'Kinasih Menyusuri Bumi', Fiersa Besari Beberkan Kisah di Balik Pemilihan Nama Anak Pertamanya

Turut hadir secara virtual, Ketua Paguyuban Korban UU ITE itu menyebut hingga kini anggotanya sudah mencapai ratusan, dan untuk korban-korbannya ia menyebut ada 1.500 pelapor yang tercatat di Mabes Polri.

“Kalau 2019 data dari Mabes Polri ada sekitar 1.500 pelaporan yang terkait dengan UU ITE. Walaupun memang di dalam realitanya hanya sekitar 40 sampai 50 persen yang masuk pengadilan, dan sisanya diselesaikan di kepolisian,” kata Muhammad Arsyad.

Sebagai contoh kasus korban UU ITE, Muhammad Arsyad menjelaskan bahwa ada salah satu kasus yang menimpa seorang jurnalis yang ditahan usai menulis berita yang merujuk pada kasus korupsi salah satu putra mahkota.

Baca Juga: Minta Kapolsek Astanaanyar yang Diciduk Atas Dugaan Narkoba Diusut, Hinca Pandjaitan: Ini Terlalu Gila!

“Ada satu jurnalis di daerah saya Makasar, dia menulis berita adanya dugaan korupsi putra mahkota (wali kota) yang ada di Sulawesi Selatan sana. Tulisannya dilaporkan karena dianggap ujaran kebencian, dia sempat ditahan, kami berdebat dengan kepolisian karena anak pejabat tersebut mewakili golongan yang dimaksud dalam UU ITE yakni anak bupati atau wali kota. Nah dimana bentuk saranya? kenapa anak wali kota bisa mewakili golongan sara tertentu?” ujarnya menjelaskan.

Menjawab pernyataan Muhammad Arsyad, Effendi Simbolon tetap pada pendiriannya.

Dari penjelasan yang disampaikan Ketua Paguyuban Korban UU ITE ia menegaskan bahwa memang tidak ada bukti signifikan soal pasal-pasal karet yang dimaksud dalam UU ITE itu.

Baca Juga: Yan Harahap Usul Bikin ‘Museum Janji Jokowi’, Said Didu: Isinya Antara Lain Esemka dan Gorong-gorong

“Artinya kan nggak ada yang signifikan menjadi pasal karet. Tolong jangan dibuat paguyuban korban UU ITE lah, ngapain sih dibuat-buat paguyuban segala. UU ITE itu mengatur sendi-sendi kehidupan di dunia maya, kok dibuat asosiasinya. Jangan kita kemudian mewadahi yang nggak penting,” jawab Effendi.

Dia menuturkan apa yang sudah dirumuskannya bersama rekan-rekannya di DPR semata-mata demi mengatur masyarakat Indonesia berinteraksi di dunia digital.

Menurutnya itu baru permulaan, masih ada banyak undang-undang yang harus menata masyarakat untuk terciptanya kesatuan, persatuan, dan norma-norma.

Baca Juga: Said Didu Minta Buzzer Dibubarkan, Ferdinand Hutahaean: Memangnya Siapa yang Bisa Bubarkan?

“Jadi jangan ditarik ke kasus-kasus kecil, kasus besar seperti omni itu terbukti di pengadilan. Dia dengan sengaja kok melakukan pencemaran,” ujarnya menambahkan.

Mendengar jawaban tersebut, Najwa Shihab lantas menimpal dengan nada kekecewaan dari apa yang disampaikan politisi PDIP itu.

“Tapi masa sih Anda wakil rakyat menganggap kasus yang terjadi pada rakyat-rakyat kecil sebagai hal tidak penting? Dan kemudian mereka membuat paguyuban saling menguatkan juga Anda kritik? Bagaimana nih, masa sih tidak ada rasa sensitifitas Anda sebagai wakil rakyat melihat korban-korban UU ITE ini berkumpul saja Anda kritik?” ucapnya.

Baca Juga: PDIP Sebut Dana Hibah ke Museum SBY-ANI Sakiti Rakyat, Christ Wamea Sentil Soal Korupsi Bansos

Effendi Simbolon lantas menjawab bahwa bukan itu yang dimaksud dirinya, tapi justru untuk melindungi norma-norma kaidah budaya bangsa.

Senada dengan kekecewaan Najwa Shihab, Ketua YLBHI Asfinawati juga menyinggung pernyataan yang dilontarkan Effendi Simbolon sebagai watak penguasa.

“Kalau ngasih nama aja udah nggak boleh, itu karakter kekuasaan watak kekuasaan. Sebetulnya itu jelas sekali itu pasal karet dan yang ditolak oleh teman-teman paguyuban korban ITE ini bukan keseluruhan Undang-undangnya tetapi pasal-pasal tertentu tapi kemudian anggota dewan kita membawanya ke seluruh UU, menurut saya itu sudah salah logika. Yang dibicarakan bukan menghapus seluruh undang-undang, tapi pasal-pasal karet yang memakan korban dan korbannya ada didepan mata kita,” ujar Asfinawati.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Tags

Terkini

Terpopuler