PR DEPOK – Elite Partai Demokrat mengaku tak pernah menuding pimpinan negara Indonesia terlibat dalam konflik parpol tersebut.
Elite yang dimaksud adalah Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami tidak pernah menuding siapapun. Meminta negara agar adil dan objektif bukan merupakan kejahatan, bukan kesalahan," katanya dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.
Surat dari Partai Demokrat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dikirim beberapa waktu lalu hanya meminta klarifikasi tentang kemungkinan keterlibatan orang-orang di sekitar istana terkait konflik yang menimpa partainya.
"Justru sebaliknya, kami difitnah. Justru kami mengirim surat ke presiden karena ingin menjaga nama baik kepala negara agar jangan sampai dimanfaatkan," ujarnya.
Di sisi lain, AHY mengaku negara telah menegakkan hukum secara adil, sehingga dia mengapresiasi dan berterima kasih kepada pemerintah dengan ditolaknya pengesahan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatra Utara.
Namun, AHY berpendapat minta maaf ke Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia hanya harus dilakukan oleh pihak-pihak yang menyelenggarakan KLB Partai Demokrat di Deli Serdang.
Tindakan itu mesti dilakukannya lantaran mereka telah melakukan kegaduhan di depan publik.
"Mereka yang di sana yang seharusnya minta maaf karena sudah membuat gaduh, karena sudah mempertontonkan politik yang tidak berkeadaban," ujarnya.
Sebelumnya, pengamat politik, Harits Hijrah Wicaksana menyarankan elite Partai Demokrat meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara terbuka.
"Permintaan maaf itu wajib dilakukan SBY-AHY, karena tidak terbukti adanya intervensi Pemerintah usai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menolak KLB Demokrat, di Deli Serdang," katanya.
Permohonan maaf ini merupakan pendewasaan dan pendidikan politik bagi masyarakat lantaran sebelumnya AHY membangun narasi-narasi yang dinilai tendensius.
"Semuanya itu terbukti setelah Kemenkumham menolak KLB Deli Serdang dan demokrasi lebih baik zaman Jokowi dibandingkan SBY," tuturnya.***