Yasonna Sebut Pasal Penghinaan tuk Jaga Adab Rakyat, Sindiran Rizal Ramli: Jaga Kekuasaan Kali, Masa Peradaban

10 Juni 2021, 10:10 WIB
Ekonom Senior, Rizal Ramli. /Instagram @RizalRamli

PR DEPOK - Ekonom senior, Rizal Ramli, menyindir pernyataan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, terkait Pasal Penghinaan terhadap Presiden dalam RUU KUHP.

Dalam keterangannya, Rizal Ramli menyoroti pernyataan Yasonna Laoly yang menyebutkan bahwa Pasal Penghinaan terhadap presiden itu dibuat untuk menjaga peradaban.

Tak setuju dengan Yasonna, Rizal Ramli pun melontarkan sindiran pada politisi PDIP tersebut.

Baca Juga: 3 Tips Memilih Tabir Surya Terbaik Berdasarkan Jenis Kulit Menurut Ahli Dermatologi

Ia mengatakan bahwa Pasal Penghinaan dimaksudkan untuk menjaga kekuasaan, bukan menjaga peradaban.

"Mas Yasonna,, ngomong yg benar lah, Jaga kekuasaan kaleee, mosok peradaban - yang ada peradaban otoriter kalee," ujar Rizal Ramli, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari cuitan di akun Twitter pribadinya @RamliRizal.

Cuitan Rizal Ramli. Tangkap layar Twitter @RamliRizal

Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, membantah tudingan bahwa Pasal Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam RUU KUHP dibuat untuk membatasi kritik.

Baca Juga: Geram pada Netizen yang Hujat Rafathar Tanpa Tahu Kebenaran, Baim Wong: Kalian Tuh Sotoy Banget Sih!

Ia menuturkan bahwa pasal ini dibuat mengingat semua orang, termasuk presiden dan wakil presiden, memiliki hak hukum untuk melindungi harkat dan martabatnya.

Yasonna menilai bahwa Pasal Penghinaan ini menandakan adanya batas yang tak boleh dilanggar oleh masyarakat, demi terjaganya adab dari masyarakat Indonesia.

"Kalau saya dihina orang, saya mempunyai hak secara hukum untuk harkat dan martabat. Bukan sebagai pejabat publik. Saya selalu mengatakan, kalau saya dikritik (bahwa) Menkumham tak becus, lapas, imigrasi, that's fine with me (tidak masalah dengan saya)," ujarnya.

Baca Juga: Segera Login cekbansos.kemensos.go.id untuk Cairkan Bansos Rp300 Ribu Juni 2021, Simak Cara Mudah Berikut

"Tapi kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya, misalnya saya dikatakan anak haram jadah, wah itu di kampung saya nggak bisa itu," tutur Menkunham.

Menurutnya, kebebasan yang sebebas-bebasnya tak akan lagi menjadi kebebasan, melainkan akan menjadi anarkis, termasuk dalam mengkritik.

"Saya kira harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab. Keadaban itu saya rasa harus menjadi level kita, mengkritik presiden sah, sekritik-kritiknya lah," kata Yasonna Laoly.

Baca Juga: Sembako Bakal Kena Pajak, Mardani Ali: Ini Langkah Panik Pemerintah Melihat Utang yang Menggunung

Ia lantas menegaskan bahwa menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah boleh saja, tetapi lain cerita jika kritik tersebut sudah menyerang secara pribadi kepada presiden.

"Kritik kebijakannya, sehebat-hebatnya kritik, nggak apa-apa. Bila perlu tidak puas ada mekanisme konstitusional. Tapi once you get in personal (sekali kamu menyerang secara pribadi), soal yang personal, presiden kita dituduh secara personal dengan segala macam isu dia tenang-tenang saja," ujar politisi PDIP itu.

"Beliau mengatakan kepada saya, 'saya nggak ada masalah dengan pasal ini', tapi apakah kita biarkan presiden yang akan datang digituin?" tuturnya.***

Editor: Annisa.Fauziah

Tags

Terkini

Terpopuler