PR DEPOK – Menanggapi krisis iklim yang menjadi sorotan dunia saat ini, Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan sempat menyinggung era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengatasi masalah tersebut.
Syarief Hasan lantas berpendapat bahwa permasalahan krisis iklim ini perlu menjadi prioritas bersama, sebagaimana telah dilakukan saat masa pemerintah SBY.
Menurut Syarief Hasan, sejak tahun 2011, pemerintahan SBY sudah merumuskan konsep peralihan menuju Green Global Economic.
Saat itu, Indonesia yg dipimpin oleh Presiden SBY telah melahirkan dan melaksanakan pembangunan dengan konsep strategi pembangunan 4-track, yaitu pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment.
“Permasalahan perubahan iklim ini menjadi perhatian Presiden SBY sejak pemerintahan SBY. Strategi pembangunan 4-track juga sudah diadopsi dalam berbagai rumusan kebijakan. Bahkan kemudian konsep ini juga yang melandasi perumusan program-program SDGs (Sustainable Development Goals)"
"Bumi yang kita pijak, usianya semakin tua, dan manusia sudah terlalu banyak membebani kehidupannya dengan mengeksploitasi isi bumi, maka menjadi penting untuk kita sadari bersama, bahwa ancaman krisis iklim itu nyata. Kita sudah rasakan, banyak sekali bencana yang terjadi akibat perubahan iklim ini. Suhu bumi yang semakin panas, kenaikan volume air laut, hingga yang terbaru adalah ancaman tenggelamnya ibu kota,” ujar Syarief Hasan seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari situs resmi MPR.
Maka dari itu, menurut Politisi senior partai demokrat tersebut, krisis iklim tidak hanya menjadi perhatian pemerintahan SBY, tetapi juga oleh pemerintahan saat ini.
Pasalnya, pemerintahan saat ini terus mengupayakan gerakan untuk mencegah krisis iklim.
“Di DPR saat ini sedang dibahas tentang Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT), dimana Indonesia diharapkan dapat merealisasikan target pengurangan gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 yang termaktub dalam UU Nomor 16/2016. Kita terus dorong berbagai produk kebijakan yang ramah lingkungan, sehingga kemudian terbangun sistem nya dan pelaksanaan nya dapat berjalan sesuai dengan target NDC (Nationally Determined Contributions). Ini menjadi concern kita semua, khususnya pemerintahan sekarang dan yang akan datang” ujarnya.
Sebagai informasi, krisis iklim yang melanda dunia mendapatkan perhatian yang ĺebih besar dari berbagai stakeholder baik penyelenggara negara, non-negara serta masyarakat dunia.
Para ilmuwan dan pemimpin agama misalnya, menjadi aktor non negara yang memiliki peran strategis, serta tanggung jawab moral dalam upaya menjaga kelestarian bumi dari ancaman krisis iklim.
Baru-baru ini diadakan dialog antarpemimpin agama dan ilmuan di Vatikan dalam menyerukan perlunya tindakan nyata untuk mengatasi krisis iklim.
Paus Fransiskus menyampaikan kepada Presiden-Designate COP26, Rt Hon Alok Sharma dan Menteri Luar Negeri Italia, Hon. Luigi Di Maio, bahwa sebanyak 40 pemimpin agama, yang mewakili miliaran orang di dunia telah sepakat menandatangani Seruan Bersama untuk mengatasi krisis iklim dunia.***