Jadi Garda Terdepan Hadapi Virus Corona, Amnesty Internasional: Lindungi HAM Tenaga Medis

25 Maret 2020, 09:51 WIB
STAF medis melakukan perawatan dan pengobatan terhadap sejumlah pasien yang terjangkit virus Corona di Central Hospital di Wuhan, Tiongkok, Sabtu 25 Januari 2020. Pengidap virus corona di Malaysia juga bertambah.* /ANTARA/REUTERS /

PIKIRAN RAKYAT - Sejumlah pihak merespons kabar meninggalnya sejumlah tenaga medis termasuk 6 dokter saat menangani pasien virus COVID-19 asal Kabupaten Bekasi di Jakarta.

Masalah kesehatan memang menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. dr Erlina dari RSUP Persahabatan saat acara Indonesia Lawyers Club semalam mengatakan bahwa tenaga medis kekurangan alat pelindung diri saat tangani pasien.

Kelangkaan seperangkat APD tidak hanya terjadi di rumah sakit besar, di daerah, kelengkapan sejumlah rumah sakit terus menjadi sorotan.

Misalnya, di Tasikmalaya tepatnya di RSUD dr Soekardjo terpaksa harus menangani pasien dengan jas hujan lantaran hazmat atau baju pelindung terbatas. Kreasi sama juga terjadi di sejumlah rumah sakit akibat keterbatasan hazmat.

Baca Juga: Cegah Penyebaran Virus, Disinfeksi Mandiri Bisa Dilakukan #Dirumahaja 

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan pemerintah harus melindungi para tenaga medis, pasalnya mereka rentan terpapar oleh penyakit karena kontak langsung dengan pasien.

“Sebagai garda terdepan penanganan COVID-19, pekerja kesehatan adalah kelompok yang paling rentan terpapar oleh pasien di fasilitas-fasilitas kesehatan.

"Fakta bahwa banyak dari mereka terinfeksi menunjukkan kurang optimalnya perlindungan Pemerintah kepada mereka,” kata Hamid.

Ia menyampaikan bahwa jika hal itu tidak dilakukan maka akan membahayakan tenaga medis, pasien, keluarga, dan kerabat bahkan masyarakat.

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus menerbitkan protokol perlindungan yang jelas bagi pekerja kesehatan.

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling Depok Hari Ini, Rabu 25 Maret 2020 

“Pemerintah harus memastikan dokter, perawat, dan semua pekerja kesehatan mendapatkan pelatihan dan dukungan psikologis hingga peralatan kesehatan yang memadai," ucapnya.

Termasuk alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan panduan yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) untuk pencegahan dan pengendalian coronavirus (nCoV). Di lapangan, pelaksanaan protokol ini bermasalah,” katanya menjelaskan.

Ia juga mengatakan bahwa tenaga medis juga memiliki hak atas kesehatan yang dijamin Kovensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

“Hak ini pun telah dijamin dalam UU Hak Asasi Manusia dan UU Kesehatan. Negara wajib memastikan ada mekanisme yang menjamin dukungan bagi keluarga pekerja kesehatan yang terinfeksi sebagai konsekuensi dari paparan COVID-19,” ucapnya.

Baca Juga: Gandeng Gojek dan Grab, Kemenkes Luncurkan Layanan Telemedis Tangani Covid-19 

Padahal, Usman melanjutkan, para pekerja kesehatan tersebut bekerja dengan jam yang panjang, menghadapi tekanan psikologis, dan tak jarang kelelahan.

Dengan begitu, menurutnya pemerintah tidak boleh abai dalam pemenuhan hak atas kesehatan karena hal ini menyangkut keselamatan orang banyak.

Dalam rilis resmi Amnesty Internasional Indonesia, Usman menjelaskan bahwa keterlambatan dan rendahnya transparansi informasi hasil pemeriksaan membahayakan pasien beserta keluarga dan kerabat mereka.

Hingga Selasa, 24 Maret 2020, Pemerintah Indonesia mencatat setidaknya terdapat 686 kasus positif terinfeksi virus corona (COVID-19), termasuk di antaranya pejabat negara dan sejumlah tenaga medis yang menangani pasien corona.

Dari jumlah kasus tersebut, 55 pasien telah dinyatakan sembuh dan 30 pasien meninggal dunia.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar PDP di Batam Kabur dari Ruang Isolasi RSUD, Simak Faktanya 

Tuntutan tersebut sudah disetujui oleh berbagai pihak antara lain Amnesty International Indonesia sendiri, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Pasal 12 ayat (2) huruf d Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) telah mengatur bahwa negara wajib mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.

Dalam hal ini, Usman menjelaskan, negara wajib mengupayakan perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri, pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan, serta penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis.

Dalam kerangka hukum nasional, kewajiban untuk memastikan tersedianya perlengkapan untuk menunjang kesehatan dan keselamatan kerja juga telah diatur dalam Pasal 164 (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.***

 
Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler