PR DEPOK - Penyelidikan aset milik tersangka investasi bodong Indra Kenz hingga kini masih terus dikembangkan.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri kini mulai melacak aset milik Indra Kenz di luar negeri yang diduga senilai Rp58 miliar.
Adapun aset milik Indra Kenz di luar negeri yang diperkirakan senilai Rp58 miliar itu diduga dialihkan ke mata uang kripto.
"Ada informasi masuk ke kita dugaan Rp58 miliar dalam bentuk mata uang kripto di luar negeri," ungkap Brigjen Pol. Whisnu Hermawan dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Antara.
Terkait temuan tersebut, Whisnu menyebut pihaknya akan langsung bergerak cepat untuk menyelidiki aset tersebut.
Menurutnya, Indra Kenz telah berupaya menyembunyikan asetnya dan mengalihkannya ke mata uang kripto.
Kini Dittipideksus Bareskrim Polri mulai berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menindak melakukan pemblokiran dan penyitaan aset milik Indra Kenz.
Baca Juga: Oligarki Rusia Disambut di Turki, Menlu Cavusoglu: Silahkan Berbisnis, Asal Tidak Ilegal
Selain itu, penyidik juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) untuk melacak aset-aset Indra Kenz yang lain.
"Kami masih membutuhkan bantuan PPATK, ada beberapa dana di luar negeri kami masih "tracing" mudah-mudahan ini bisa diungkap kemana saja uang tersebut," ucap Brigjen Pol. Whisnu Hermawan.
Lebih lanjut, Whisnu juga menegaskan bahwa penyidik akan terus menelusuri aset yang disembunyikan oleh Indra Kenz sampai dengan tuntas.
"Kami akan cari terus, semua terdata. Transfer uang, pindahan uang semua ada riwayat digitalnya kami akan bisa ungkap, kami dibantu teman-teman PPATK, OJK, dan BI," ucap Brigjen Pol. Whisnu Hermawan.
Baca Juga: Penerima Bansos PBI Bisa Daftarkan Anggota Keluarga jadi Peserta BPJS Kesehatan Gratis, Ini Caranya
Menurut Kasubdit II Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Chandra Sukma Kumara, pengalihan aset ke dalam mata uang kripto menjadi tren belakangan ini.
Hal tersebut dilakukan para pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang karena prosesnya dianggap lebih mudah.
"Jadi (kripto) memang trennya, aset kripto lebih mudah dipindahkan, kemudian pendapatan memang sedikit lebih mudah ketimbang perbankan. Jadi fasilitas-fasilitas tersebut digunakan oleh para pelaku ini," ungkap Kombes Pol. Chandra Sukma Kumara.***