Gugatan UU Cipta Kerja Ditolak MK, Ini 4 Pasal Kontroversial yang Dianggap Bermasalah dan Merugikan Pekerja

3 Oktober 2023, 17:16 WIB
Ilustrasi - Berikut ini merupakan daftar pasal kontroversial dalam UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah serta merugikan pekerja. /Pixabay/mohamed_hassan

PR DEPOK - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak lima permohonan uji formil terhadap UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) melalui sidang yang diselenggarakan pada Senin, 2 Oktober 2023.

Putusan MK ini memiliki dampak yang signifikan terkait keberlakuan UU Cipta Kerja di Indonesia. Apalagi hingga kini, masih terdapat beberapa pasal kontroversial dalam UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah dan merugikan para pekerja.

Lima permohonan uji formil UU Cipta Kerja yang ditolak MK yaitu, Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 46/PUU-XXI/2023, dan Perkara Nomor 50/PUU-XXI/2023.

Empat dari sembilan hakim konstitusi memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion), tiga hakim menganggap permohonan Pemohon seharusnya dikabulkan, sementara satu hakim menganggap permohonan para Pemohon dinyatakan prematur.

Baca Juga: 5 Makanan Pinggir Jalan yang Enak di Dekat Stasiun Bogor, Ratingnya Bagus

Namun, dalam sidang putusan yang ada, MK menyatakan bahwa proses pembentukan UU Cipta Kerja secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga UU Cipta Kerja tetap berlaku.

Pasal-pasal Kontroversial UU Cipta Kerja

Berikut ini daftar empat pasal kontroversial dalam UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah dan merugikan pekerja/buruh.

Baca Juga: Kontroversi Aksi Bersihkan Pantai oleh Pandawara Group: Dedikasi Lingkungan dan Persoalan Izin Desa

1. Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja, terkait kemungkinan kontrak kerja tanpa batas waktu

Dalam UU Ketenagakerjaan sebelumnya, perjanjian kerja dengan waktu tertentu (PKWT) dilakukan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu satu tahun.

Namun, dalam Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja, ketentuan ini dihapus. Berikut isi pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah."

2. Pasal 79 UU Cipta Kerja, terkait jatah hari libur yang berkurang

UU Ketenagakerjaan sebelumnya mengatur bahwa pekerja bisa mendapatkan dua hari libur dalam seminggu. Namun, ketentuan ini dipangkas hanya menjadi satu hari dalam UU Cipta Kerja.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) dalam UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam sepekan.

Baca Juga: Kontroversi Aksi Bersihkan Pantai oleh Pandawara Group: Dedikasi Lingkungan dan Persoalan Izin Desa

3. Pasal 88 ayat (3) UU Cipta Kerja, terkait pemberian upah

Dalam UU Ketenagakerjaan sebelumnya, ada 11 ketentuan terkait pemberian upah kepada pekerja. Namun, dalam pasal 88 ayat (3) UU Cipta kerja, kebijakan ini dipangkas menjadi tujuh ketentuan saja.

Tujuh kebijakan terkait pemberian upah yang diatur dalam pasal 88 ayat (3) UU Cipta Kerja sebagai berikut.

1. Upah minimum
2. Struktur dan skala upah
3. Upah kerja lembur
4. Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu
5. Bentuk dan cara pembayaran upah
6. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
7. Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya

Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan upah minimum dan penghapusan sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja sesuai ketentuan.

Baca Juga: RUU ASN Resmi Disahkan Hari Ini! Menpan RB: Tak Ada PHK Masal untuk Tenaga Honorer

Hal ini dapat merugikan para pekerja, dimana ada kemungkinan bahwa upah pekerja akan dibayar dibawah standar oleh perusahaan dan si pelaku usaha terbebas dari sanksi.

4. UU Cipta Kerja menghapus seluruhnya Pasal 169 dalam UU Ketenagakerjaan terkait pengajuan PHK dan pesangon

Berikut ini isi Pasal 169 ayat (1), (2), dan (3) UU Ketenagakerjaan yang seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.

Pasal 169 Ayat (1): pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam. Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

Baca Juga: Gurih Pol! 5 Rekomendasi Kuliner Sate Enak di Magetan, Cek di Sini Alamatnya

Pasal 169 ayat (2): pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.

Pasal 169 ayat (3): jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.***

Editor: Linda Agnesia

Tags

Terkini

Terpopuler