Soal Pernyataan 'Good Looking' hingga Sertfikasi Ulama, Menag Dinilai Ingin Lawan Politisasi Agama

9 September 2020, 15:05 WIB
Menteri Agama Fachrul Razi. /Fkusuma/kemenag.co.id /

PR DEPOK - Pelaksanaan program terkait dengan rencana kebijakan sertifikasi yang diperuntukan untuk ulama serta pernyataan terkait 'radikalisme good looking' yang dilontarkan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi pada beberapa waktu lalu menuai polemik dikalangan masyarakat.

Fachrul Razi mendapatkan interupsi berturut-turut dari Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pembahasan tersebut menjadi hal yang dibahas pada Rapat kerja (Raker) antara pihak Kementerian Agama serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Selasa, 8 September 2020.

Baca Juga: Kurangi Intensitas Bicara dan Diam Direkomendasikan Ahli Usai Terbukti Efektif Tekan Risiko Covid-19

Berdasarkan pada pembahasan yang dilakukan oleh pihak Kementerian Agama dan Anggota DPR, Boni Hargens, Pengamat Politik dan Direktur Lembaga Pemilih Indonesia menegaskan dari pernyataan yang dilontarkan oleh kedua belah pihak.

Dirinya mengatakan bukan untuk mendukung atau membela terlebih hingga menjatuhkan siapapun.

Namun, harus didasari oleh menyajikan dasar alur proses mengapa dimunculkan deradikalisasi, sertifikasi hingga ada pernyataan yang berunsur 'radikalisme good looking'.

Baca Juga: Sebut Kelompok Radikal Tumbuh Berkembang di Era SBY, Boni Hargens: di Masa Jokowi Mereka Tak Happy!

Boni juga menjelaskan, situasi yang terjadi saat ini tentu muncul dengan adanya politik identitas yang dikenal serta meningkat secara meluas, terutama pada masa abad ke-21.

Boni juga menuturkan, apa yang akan terjadi bilamana negara Indonesia merupakan bagian dari adanya mondial yang sudah tidak dapat bendung.

Di Indonesia tentu sebagian kelompok yang mengatasnamakan radikal keagamaan, akan menyusun strategi agenda poltik berkedok tafsir yang sempit dan ayat yang ada pada kitab suci.

Baca Juga: Usai Mengikrarkan Janji Suci, Pria Ini Sibuk Buka Laptop dan Mulai Pertandingan Football Manager

Dilain pernyataan, pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan yang dinilai tegas dan keras sebagai upaya dalam membangkitkan rasa semangat kepada mereka.

"Di Arab Saudi dan banyak negara Timur Tengah, bendera khilafah yang oleh orang Indonesia kerap diidentikkan dengan bendera HTI, dianggap sebagai bendera teroris, sehingga dilarang untuk dikibarkan," kata Boni Hargens di Jakarta, pada Rabu, 9 September 2020 dikutip oleh Pikiranrakyat-depok.com dari RRI.

Boni juga menjelaskan, terdapat larangan dengan sengaja mengibarkan bendera Tauhid (bendera di Arab Saudi) akan ditangkap serta diproses secara hukum.

Baca Juga: Kabar Duka, Tokoh Pers Senior Indonesia Jakob Oetama Meninggal Dunia

Dirinya mencontohkan ketika Habieb Rizieq sempat dilakukan penindakan penangkapan dan pemeriksaan di Kepolisian Arab Saudi.

Saat diketahui terdapat bendera berkalimat tauhid di dinding rumah kontrakannya.

Boni juga berpendapat, dirinya merasa heran ketika sebgain masyarakat yang ada Indonesia ketika melihat bendera HTI jauh dianggap mulia, dibandingkan dengan bendera kebangsaan Indonesia yakni Merah Putih.

Baca Juga: Komunitas Bank Sampah Ubah Minyak Jelantah Jadi Sabun, Tanpa Kandungan Deterjen dan Pemutih Buatan

Sehingga timbul kesan sebagian masyarakat Indonesia lebih menghormati bendera HTI dibandingkan dengan Bendera Nasional.

"Itu saya temukan di lapangan sebelum Pilpres 2019 kemarin," ucap Boni.

Boni juga menambahkan jika politik di Indonesia saat ini menunjukan kebangkitan identitas yang mengarah pada gerakan politisasi agama, bukan dilihat sebagai usaha guna memperjuangkan identitas kelompok dengan berpedoman demokrasi.

Baca Juga: Resmi Diblokir Pemerintah, Pemain PUBG di India Mulai Beralih ke Gim Anyar PABJE

Fenomena munculnya kelompok radikal akan memperngaruhi pada suatu sistem negara, sebab sebagia melihat demokrasi hanya sebagai sistem thougut, ini jelas merupakan suatu ancaman yang nyata dan dinilai serius terhadap keberlangsungan Bhineka Tunggal Ika, Keutuhan NKRI, Keberlangsungan Demokrasi serta nilai-nilai pada Pancasila.

Boni juga menghimbau agar adanya kajian kembali yang komprehensif guna sebagai penguat kebijakan suatu negara.

Pemerintah juga senantiasa untuk berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme guna menghalau gerakan deradikalisasi serta mendorong dengan adanya kebijakan lain, baik pada bidang politik, sosial dan ekonomi sehingga dapat menghalau akan terjadinya perluasan pada proses radikal.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler