Hasil Putusan MKMK: Anwar Usman Diberhentikan, Gibran Tetap Maju Pilpres 2024

7 November 2023, 20:27 WIB
Ketua MK, Anwar Usman. /Antara/

PR DEPOK - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengumumkan putusan terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim MK pada Selasa, 7 November 2023.

Hasil putusan MKMK menyebutkan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat atas kode etik serta perilaku hakim konstitusi dan diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua MK. Hal ini berkaitan dengan keputusan MK soal batas usia capres dan cawapres yang dinilai kontroversial.

Meski begitu, MKMK tidak memiliki wewenang untuk menilai maupun mengubah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas minimal usia capres dan cawapres. Sehingga, Gibran tetap bisa maju sebagai cawapres Prabowo dalam Pilpres 2024.

"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata putusan MKMK pada 7 November 2023, sebagaimana dilansir dari PikiranRakyat.com.

Baca Juga: Aturan Pakaian dan Perlengkapan Tes SKD CPNS 2023 dan PPPK, Perhatikan 10 Tata Tertib Ini

Sementara itu, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa sanksi pemberhentian Anwar Usman dilakukan karena ia terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Kode etik yang dilanggar Anwar Usman

Dalam hasil putusan MKMK, Anwar Usman terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, yaitu prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan di lingkungan MK.

Anwar Usman, yang juga merupakan ipar Jokowi, terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik saat ia mengabulkan gugatan terkait batas usia persyaratan capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023 lalu.

Baca Juga: 5 Kedai Bakso di Kudus Paling Recommended: Disajikan dengan Kuah Kaldu Gurih yang Segar, Nikmatnya Juara!

Dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023, seseorang yang belum berusia 40 tahun, namun pernah menjabat sebagai kepala daerah melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.

Sebelumnya, batas usia capres-cawapres adalah 40 tahun. Oleh karena itu, putusan ini diduga sebagai upaya untuk meloloskan Gibran yang baru berusia 36 tahun, agar bisa mencalonkan diri sebagai cawapres.

Atas putusan pemberhentian Anwar Usman ini, maka ketua MKMK memerintahkan wakil ketua MK agar segera menyelenggarakan pemilihan pimpinan MK yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maksimal 2x24 jam sejak hasil putusan MKMK dibacakan.

Sementara itu, 6 hakim konstitusi yang juga dilaporkan dan terbukti melanggar kode etik hanya diberikan teguran lisan. Keenam hakim tersebut yakni M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Kuliner Legendaris di Kota Kembang Bandung yang Populer, Wajib Berkunjung!

Di sisi lain, hakim konstitusi Saldi Isra yang saat itu menyatakan dissenting opinion terhadap putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dalam hasil putusan MKMK pada 7 November 2023.

Namun, Saldi Isra bersama dengan hakim konstitusi lainnya dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran terkait kebocoran informasi rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan pembiaran praktik benturan kepentingan para hakim konstitusi saat putusan perkara. Ia juga diberikan sanksi berupa teguran lisan oleh MKMK.

Gibran tetap maju Pilpres 2024

Adapun soal MKMK yang tidak memiliki kewenangan untuk mengubah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan batas usia capres-cawapres, membuat Gibran sepertinya tetap bisa maju sebagai cawapres Prabowo dalam Pilpres 2024 mendatang.

Baca Juga: BLT El Nino Cair November 2023 Tanggal Berapa? Ini Info dari Sri Mulyani Soal Skema Penyalurannya

Terkait putusan ini, pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tidak dapat diterapkan dalam perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 yang telah diputuskan oleh MK.

Dimana sebelumnya, UU 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat dalam konflik kepentingan.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Pikiran Rakyat ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler