Kementerian Agama Ungkap Hisab dan Rukyat di Indonesia Sudah Gunakan Teknologi Modern

8 Maret 2024, 20:25 WIB
Menurut Kementerian Agama, hisab dan rukyat yang dilakukan di Indonesia sudah menggunakan teknologi modern. /Kemenag

PR DEPOK - Kementerian Agama mengungkapkan metode hisab dan rukyat di Indonesia telah berkembang karena menggunakan berbagai teknologi dan peralatan modern. Hal tersebut bertujuan agar penentuan posisi hilal bisa lebih akurat.

Kasubdit Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Ismail Fahmawati mengungkapkan "kaum sarungan" tidak lagi memanfaatkan alat-alat sederhana berupa pengamatan langsung dengan mata telanjang, bambu, atau paralon. Saat ini pengamatan telah dilakukan menggunakan teleskop. Dia menyebutkan, berbagai madrasah dan pesantren juga telah menggunakan teleskop untuk melihat benda-benda langit.

"Ulama sudah turun dan 'kaum sarungan' pakai teleskop. Perkembangan hisab dan rukyat di Indonesia sangat maju sekali dan mudah-mudahan ini bisa menandingi negara-negara lain," katanya dalam diskusi bertajuk "Kriteria Baru MABIMS Dalam Penentuan Awal Ramadan" di Jakarta, seperti dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Antara, Jumat, 8 Maret 2024.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Bukber di Surabaya Beserta Alamat, Jam Buka, dan Kelebihan Menunya

Kementerian Agama bekerja sama dengan Observatorium Bosscha, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam kegiatan hisab serta rukyat di Indonesia.

Dia mengatakan bahwa Kementerian Agama bersama Observatorium Bosscha sudah beberapa kali mengamati Bulan saat siang hari. Kegiatan tersebut bukan untuk membuat keputusan, melainkan sebagai panduan dalam menentukan awal bulan.

Apabila hilal tak terlihat saat magrib, hal tersebut menandakan hilal visible, sehingga Kementerian Agama bisa merumuskan sebuah kriteria pergantian bulan.

Baca Juga: Prediksi Bali United vs PSIS Semarang di Liga 1 Malam Ini, Tayang Jam Berapa?

"Kementerian Agama sudah membangun beberapa observatorium sebagian tempat untuk melakukan rukyat, melihat Bulan, dan bisa juga dipakai untuk pengamatan objek-objek antariksa lainnya," katanya.

Beberapa observatorium tersebut terletak di Aceh, Yogyakarta, dan Pelabuhanratu. Tahun ini, Kementerian Agama juga berencana mengembangkan observatorium baru di Merauke.

Kegiatan pemantauan hilal awal Ramadan 1445 Hijriah atau 2024 Masehi akan dilaksanakan di 134 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.

Baca Juga: BIG MATCH Bali United vs PSIS Semarang, Bawa Misi Geser Posisi Persib Bandung

"Teknologi bersama kita dan kita tidak mungkin tanpa teknologi. Lalu hasilnya seperti apa? Yaitu untuk membangun data," ucapnya.

Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin menjelaskan pengamatan hilal tidak sesederhana yang dipikirkan kebanyakan orang. Hal ini dikarenakan ada kontras antara cahaya hilal yang sangat tipis dengan gangguan cahaya syafaq (cahaya senja) yang masih cukup terang.

Menurutnya, fenomena kontras dua cahaya itulah yang mengharuskan ada tinggi minimal dan jarang elongasi agar kontras antara hilal yang tipis dengan cahaya syafaq menjadi tinggi.

Dengan demikian, tim perukyat dapat mengambil keputusan kapan waktu pergantian bulan berkat penggunaan teleskop yang mempermudah pengamatan hilal.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler