Dukung RUU Minol, PKS: Indonesia Darurat Minuman Beralkohol, Butuh Aturan Lebih Komprehensif

13 November 2020, 16:55 WIB
Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf. /Antara/HO/

PR DEPOK  Menanggapi isu penerapan RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol), Anggota Badan Legislasi (Baleg), Bukhori Yusuf, mengungkap bahwa Indonesia saat ini sedang berada dalam kondisi darurat minuman beralkohol.

Dalam keterangannya, Bukhori Yusuf menegaskan bahwa RUU Minol ini perlu diperjuangkan, lantaran dapat menyelamatkan masa depan generasi muda.

"Indonesia darurat, selamatkan masa depan generasi muda dari minuman beralkohol," tuturnya dalam keterangan pada Jumat, 13 November 2020, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI.

Baca Juga: Tanggapi Soal Oknum TNI yang Disanksi, Fahri Hamzah: Ada Distorsi Pemahaman di Tubuh Elite Bangsa RI

Dengan merujuk hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), politisi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS ini mengungkap jumlah remaja yang mengonsumsi minuman keras ada di angka 4,9 persen.

Sementara itu, mengutip data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2011, ada 2,5 juta penduduk dunia yang meninggal akibat konsumsi alkohol.

Sekitar 9 persen kematian ini terjadi pada orang dengan usia di antara 15-29 tahun atau usia produktif.

Baca Juga: Soal Rekonsiliasi Habib Rizieq, Waketum Gerindra: Ini Lanjutan dari Bersatunya Jokowi-Prabowo

“Kita membutuhkan pendekatan yang lebih progresif untuk menyelamatkan masa depan bangsa dari dampak merusak minuman beralkohol (minol)”

“Sebab, model regulasi yang ada saat ini hanya bertumpu pada pendekatan pengendalian semata sehingga terbukti gagal bila mengacu pada data yang menunjukan sekitar 58 persen tindakan kriminal di Indonesia dipicu oleh minuman beralkohol," tuturnya lebih lanjut.

Tak hanya menyoroti jumlah kematian, Bukhori Yusuf juga membahas data remaja Indonesia yang mengkonsumsi minuman beralkohol.

Baca Juga: Kasus Video Diduga Mirip Gisel Masuki Babak Baru, Polisi Ungkap Telah Tangkap Pelaku Penyebarnya

Ia mengungkap, sebanyak 14,4 juta remaja Indonesia teridentifikasi sebagai pengonsumsi minuman keras tersebut.

Dengan angka ini, Bukhori menjelaskan bahwa bonus demografi yang akan diperoleh di masa mendatang, juga diikuti oleh bahaya minuman beralkohol yang mengancam warga Indonesia usia produktif.

Lebih lanjut, anggota Komisi VIII ini juga beranggapan manusia yang memiliki akal pada dasarnya menolak meminum minol, kecuali dalam keadaan tertentu.

Baca Juga: Tak Hanya Pemborosan Anggaran, Pengamat Sebut Penerapan Smartcard di DPR Akan Mempersulit Rakyat

Penolakan ini lantaran minuman beralkohol setidaknya dapat memberikan tiga dampak buruk.

“Pertama, dampak buruk bagi kesehatan. Minol bisa mengakibatkan kerusakan hati, ginjal, gangguan jantung, bahkan kelemahan kognitif bagi anak di kemudian hari bila dikonsumsi oleh ibu hamil,”

“Kedua, adalah dampak psikis, antara lain, gangguan daya ingat dan kemampuan berbahasa, serta perubahan kepribadian ke arah destruktif,” ujar Bukhori.

Baca Juga: Habib Rizieq Pulang ke RI, Pengamat: Timbulkan Kecemasan di Kalangan Agama Minoritas di Indonesia

Dampak ketiga dari konsumsi minuman beralkohol, menurut Bukhori, adalah dampak sosial.

Seperti diketahui, di lingkungan masyarakat, orang yang suka mabuk-mabukan biasanya identik sebagai perusuh atau pembuat onar.

Menurut Bukhori, para pemabuk kerap membuat masalah seperti tawuran, ataupun tindak kejahatan lainnya.

Di sisi lain, Bukhori Yusuf pun membahas perihal KUHP yang dinilai tidak cukup memadai untuk menciptakan generasi bebas  minuman beralkohol.

Baca Juga: Simpatisan Habib Rizieq Disebut Akan Serbu Rumah Nikita Mirzani, Polisi Lakukan Pengamanan

Oleh karena itu, ia menekankan bahwa adanya RUU Minol akan membantu menyelamatkan generasi muda.

“Dalam RUU Minol ini, kita mencoba merumuskan aturan yang lebih komprehensif, yakni mulai dari ranah produksi, distribusi atau pengedaran, sampai ranah konsumsi,” ucapnya.

“Kendati demikian, kita juga tetap memperhatikan dengan seksama terkait pengecualian konsumsi minol untuk kepentingan terbatas seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, dan kebutuhan farmasi,” ujar Bukhori lebih rinci.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler