Pakar Sebut Revisi UU KPK Tak Halangi Komisi Antirasuah untuk Tegakkan Hukum Lebih Kuat

- 6 Desember 2020, 15:37 WIB
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). /ANTARA/Benardy Ferdiansyah.

PR DEPOK - Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan halangan bagi KPK untuk melakukan penegakan hukum yang lebih kuat.

Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Hukum Universitas Airlangga Surabaya Suparto Wijoyo di Surabaya, Minggu 6 Desember 2020.

"Dengan penetapan dua menteri, wali kota, dan bupati menjadi tersangka menunjukkan bahwa revisi UU bukan halangan bagi lembaga antirasuah tersebut melakukan penegakan hukum yang lebih kuat," ucap Suparto.

Baca Juga: Juliari Tersangka Kasus Korupsi Bansos Covid-19, Cholil Nafis: Kenapa Tega Korupsi Dana Masyarakat?

Suparto mengatakan sepak terjang KPK beberapa minggu ini seakan memberikan kejutan atau bonus akhir tahun bagi bangsa Indonesia, karena sejak revisi UU KPK masyarakat punya skeptisisme terhadap kinerja KPK secara institusional.

"KPK menunjukkan bahwa revisi kemarin yang secara prosedural berjenjang, seperti Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan penyadapan harus melalui dewan pengawas itu tidak menjadi halangan secara subtansial," ucap pria berusia 52 tahun itu, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Terjadinya peristiwa OTT dua menteri, wali kota, dan bupati, kata dia, telah membangunkan kembali optimisme publik bahwa pemberantasan korupsi oleh KPK masih punya titik cerah. KPK menjadi institusi antikorupsi masih sesuai harapan publik.

Baca Juga: Sindir KPK Soal Kasus Dana Formula E, Ferdinand Hutahean: Jangan Cuma Tangkap Korupsi yang Miliaran!

Suparto mengatakan, tindak pidana korupsi yang tidak mengenal musim. Meski di musim pandemi Covid-19, korupsi tetap saja ada. Bahkan yang mengejutkan dugaan tindak korupsi bantuan sosial (bansos) oleh Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

"Ini sangat brutal. Selain karena penggarongan uang negara yang dilakukan saat pandemi, rakyat kesusahan dan Presiden Joko Widodo telah memberikan perhatian serius untuk mengatasi pandemi. Presiden melakukan realokasi anggaran di APBN untuk mengatasi pandemi dan bukan untuk 'disimpeni'."

"Artinya, dari OTT ini ada fenomena ketidakpahaman dua kementerian ini terhadap realokasi anggaran dan kehendak presiden untuk fokus mengatasi pandemi. Realokasi ini diberikan payung hukum, ada akuntabilitas khusus, akuntabilitas konvensional tidak berlaku. Pengadaan barang lebih khusus. Tetapi itu tidak membebaskan orang korup," ujar Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Unair tersebut.

Baca Juga: Pilkada 2020 Tetap Dilaksanakan, Fadli Zon: Berarti Belum Serius Mau Memutus Mata Rantai Covid-19

Menurut Suparto, ditetapkannya dua menteri sebagai tersangka oleh KPK cermin dari penegakan hukum sedang berjalan dan semua pihak harus menaati untuk menyelamatkan uang negara.

Suparto memberikan apresiasi tinggi terhadap kinerja KPK dan menilai institusi pimpinan Firli Bahuri tersebut hadir pada saat yang tepat jelang akhir tahun.

Hal ini di mana semua instansi harus menyelesaikan surat pertanggungjawaban (SPJ) di pertengahan bulan. Namun menganggap uang rasuah tersebut adalah uang akhir tahun.

Baca Juga: Doakan Koruptor Dana Bansos Covid-19 Kena Karma, dr Tirta: Harus Dikum Mati! Rakyat di Belakang KPK

"Untuk korupsi bansos, di mana nurani Kemensos? Komitmen Presiden Jokowi memberantas korupsi dan mengatasi pandemi, maka bawahannya harus paham betul ini," kata Suparto.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah