“Kalau kasus-kasus seperti ini terjadi pada, katakanlah organisasi yang menjadi the common enemy (musuh bersama), waduh rame-rame digebukin. Tapi kalau terjadi pada anggota DPR dari the ruling party, ini kita biasa saja menganggapnya,” ujar Refly Harun di kanal Youtube miliknya Refly Harun seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Hal inilah, kata Refly Harun, yang menjadi persoalan di Indonesia, di mana tindak pidana korupsi (tipikor) hanya sebatas on the paper.
Maksudnya, kendati tipikor dinyatakan sebagai extraordinary crime, sikap publik terhadap kejahatan tersebut tidak menggambarkan bahwa tindakan itu adalah kejahatan yang luar biasa.
Baca Juga: Masyarakat Takut Diserang Buzzer, Staf Kemkominfo Henry Subiakto: Mereka adalah ‘Buzzer Bangsa’
“Ya hanya dilihat sebagai business as usual. Bayangkan kalau ada satu anggota FPI, misalnya, yang tertangkap karena melakukan tindak pidana korupsi, wah langsung runtuh langit,” ujar Refly Harun.
Lebih lanjut, pakar hukum tersebut memaparkan alasan mengapa Indonesia tidak beranjak menjadi negara yang makmur.
Hal ini, kata pria berusia 51 tahun ini, karena publik justru memusuhi orang-orang yang tidak bermasalah.
“Orang-orang yang bermasalah (malah) tidak kita musuhi. Atau kita membidik orang-orang yang tidak bermasalah, (dan) kalaupun mungkin dia bikin masalah, kecil sekali, ya barangkali sekedar sweeping,” kata Refly Harun.