Menurutnya, Jakarta yang sedari dulu telah memiliki masalah kompleks soal banjir, macet, premanisme, penataan kota, anggaran triliunan yang rawan korupsi serta banyak persoalan lainnya, membutuhkan pemimpin yang bersih, tegas, berani dan galak.
Akan tetapi, lanjut Gus Sahal, gara-gara ada politisasi SARA, kepemimpinan Jakarta yang seharusnya hanya menjadi urusan dunia, lantas dibelokkan menjadi soal akhirat.
“Warga muslim ditakut-takutin bahwa kalau memilih pemimpin kafir berarti mereka melanggar Al-Maidah 51,” papar tokoh NU tersebut.
Lebih lanjut, ia meyakini sebenarnya banyak warga Jakarta yang mengakui kinerja Ahok, hanya saja mereka takut memilihnya kembali lantaran termakan gencarnya stigmatisasi terhadap Ahok sebagai penista agama.
“Bagi mereka, biarin deh Jakarta macet dan banjir, asalkan nanti gak masuk neraka karena punya gubernur kafir. Dampak yang paling terasa dari politisasi agama macam ini adalah terabaikannya tolok ukur utama dalam soal kepemimpinan politik,” ujar Akhmad Sahal menambahkan.***