Dalam laporan tersebut, ditemukan bahwa BST yang semestinya diterima sebesar Rp300.000, dipotong menjadi Rp200.000.
"Ada yang pernah info dari Rp300.000, mereka terima Rp200.000. Mereka tahu itu ada pemotongan, karena mereka harus tanda tangan penerimaan disitu tertera Rp300.000, berbeda dengan yang mereka terima," kata Rani.
Rani menjelaskan, BST DKI seharusnya disalurkan kepada warga melalui ATM (non tunai). Namun, dia menemukan BST dibagikan secara tunai.
Rani mengungkapkan, bahwa temuannya ini tersebar di sejumlah wilayah DKI Jakarta, meski enggan merinci temuannya lebih lanjut.
Dia pun mendesak Pemprov DKI Jakarta agar melakukan evaluasi penerimaan BST DKI secara berkala.
Sementara itu, anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta, Syarif mengatakan, saat ini fraksinya masih melakukan verifikasi terkait laporan pemotongan BST tersebut.
Syarif menyebut bahwa pihaknya masih belum memastikan apakah pemotongan BST yang diterima warga merupakan BST DKI dari Dinas Sosial DKI Jakarta, atau BST pemerintah pusat dari Kemensos.
"Kita sedang verifikasi apakah pengaduan itu berasal dari jalur Kemensos, apakah dari Dinas Sosial," tutur Syarif.