Lebih lanjut, dia mengusulkan bahwa hal yang harusnya dibenahi dan dilakukan adalah penegakan protokol kesehatan dengan baik.
"Dan, lagi pula kalau misalnya protokol kesehatan, ya, silahkan dibatasi misalnya, berapa yang hadir di ruang sidang. Kalau misalnya yang hadir di ruang sidang bisa dibatasi, maka sesungguhnya yang terpenting adalah terdakwa bisa masuk," ujarnya.
"Jadi sangat tidak beralasan," katanya.
Selanjutnya, Refly Harun membandingkan kasus tersebut dengan kasus yang dialami beberapa tokoh seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan Sugi Nur Rahardja atau dikenal sebagai Gus Nur.
Ia pun mengkritik kurangnya penegakan protokol kesehatan ketika ia menjadi saksi untuk kasus Gus Nur.
"Sebenarnya, hal yang sama juga terjadi pula dengan kasus yang sama terjadi pula pada Jumhur Hidayat, kasus Syahganda Nainggolan, kasus Gus Nur, dan lain sebagainya," kata dia.
"Ketika saya memberikan kesaksian dalam kasus Gus Nur, saya melihat misalnya yang hadir di ruang sidang pun tidak dibatasi, mereka bisa masuk dan keluar untuk menonton sidang karena sifatnya terbuka, bahkan ketika mereka duduk-duduk protokol kesehatan tidak diterapkan karena susah menerapkan protokol kesehatan kalau memang petugasnya memang tidak serius. Jadi, bukan soal hadir atau tidaknya terdakwa, tapi lebih kepada keseriusan petugas untuk menerapkan protokol kesehatan," ujar Refly Harun.
Dia pun membenarkan Munarman, selaku kuasa hukum Rizieq Shihab yang menilai bahwa Mabes Polri bukanlah ruang persidangan dan bertentangan dengan KUHAP.