PR DEPOK - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Umar Hasibuan atau Gus Umar, mengomentari pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD, yang menilai korupsi di Indonesia sudah semakin parah.
Menurut Gus Umar, pernyataan Mahfud MD ini basi lantaran sang Menko Polhukam justru diam dan tak berbuat apa-apa ketika Novel Baswedan Cs dipaksa keluar dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
"Basi. Korupsi parah tapi kenapa anda diam saat Novel cs dipaksa keluar dari @KPK_RI?" ujar Gus Umar, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari cuitan di akun Twitter pribadinya @UmarSyadat_75.
Baca Juga: Inilah 5 Penyebab Gagal Dapatkan Bantuan UMKM BPUM 2021
Keterangan Gus Umar ini merupakan respons terhadap pernyataan Mahfud MD yang mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah semakin parah.
Oleh karena itu, Mahfud MD menyarankan agar perguruan tinggi ikut bertanggung jawab.
Menurutnya, korupsi di era reformasi sudah semakin meluas, dan hal ini dianggap Mahfud MD sebagai salah satu tanggung jawab perguruan tinggi.
Pasalnya, Menko Polhukam itu menganggap para koruptor biasanya merupakan lulusan perguruan tinggi.
Oleh karena itu, Mahfud MD menyebutkan bahwa perguruan tinggi harus bertanggung jawab dan memperhatikan korupsi yang sudah semakin parah di Indonesia ini.
Tak cukup sampai di situ, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI itu juga menyinggung soal korupsi pada zaman Orde Baru.
Ia menuturkan, korupsi di zaman Orde Baru terjadi secara besar-besaran, tetapi diatur oleh jaringan korporatis dan pemerintahan Soeharto.
"Korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah APBN ditetapkan. Ini tak bisa dibantah, buktinya Orde Baru direformasi dan pemerintahan Soeharto secara resmi disebut pemerintahan KKN. Penyebutan itu ada di Tap MPR, UU, kampanye politisi, pengamat, disertasi, tesis, dan sebagainya," ujar Mahfud MD.
Mahfud MD kembali menyebutkan bahwa korupsi di era reformasi sudah semakin meluas.
Baca Juga: BNN Kaltara Gagalkan Penyelundupan Sabu Seberat 20 Kilogram yang Berasal dari Tawau Malaysia
Pasalnya, lanjut Menko Polhukam itu, korupsi kini tak hanya dilakukan di pucuk eksekutif, melainkan meluas secara horizonta ke oknum-oknum legislatif, yudikatif, dan auditif, serta secara vertikal dari pusat ke daerah.
"Lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini horizontal maupun vertikal," katanya menerangkan.
"Kalau dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan Pemerintah, sekarang ini sebelum APBN dan APBD jadi sudah ada nego-nego proyek untuk APBN dan APBD," tuturnya.***