PR DEPOK - Suparji Ahmad yang merupakan pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar mengungkapkan bahwa keinginan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo S Prabowo untuk mengembalikan Firli Bahuri selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke kepolisian tidak beriringan dengan perundang-undangan.
Ahmad menilai peraturan perundang-perundangan sudah mengenai pengalihan atau pemberhentian Ketua KPK.
“Semuanya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam pasal 32 Undang-undang KPK,” ucap Ahmad dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA pada Rabu, 26 Maret 2021 kemarin.
Menurutnya, pasal 32 UU Nomor 30/2002 tentang KPK menjelaskan bahwa pimpinan KPK dapat diberhentikan jika yang bersangkutan meninggal dunia.
Kemudian, Pimpinan KPK sesuai pasal tersebut juga bisa diberhentikan jika berakhir masa jabatan, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan, atau berhalangan tetap.
“Oleh karenanya, jika pemberhentian pimpinan KPK dengan pola menarik dari KPK, dalam hal ini sesuai latar belakang misalnya sebagai polisi, kemudian ditarik kepala Kepolisian Indonesia, secara prosedural tidak sesuai dengan pasal 32 tadi,” tutur Ahmad.
Intinya jika ingin memberhentikan ketua KPK maka ada prosedur-prosedur yang harus dipahami terlebih dahulu.
“Tidak semata-mata komitmen memberantas korupsi, tetapi juga harus sesuai prosedur yang benar,” ucap Ahmad.