PR DEPOK – Sejatinya hidup berdampingan dengan berbagai macam keberagaman merupakan peristiwa yang sudah hadir sejak dulu.
Agar menjamin terciptanya proses sosialisasi antar masyarakat maka diperlukan sikap saling memaafkan.
Hal ini disampaikan oleh KH Bahaudin Nur Salim saat mengisi ceramah dalam acara Halal Bihalal Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama RI yang dilaksanakan secara daring pada Senin, 7 Juni 2021.
Kyai yang akrab dengan panggilan Gus Baha ini memberikan ceramahnya di Aula Ponpes Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengamalan Ilmu Al-Quran (LP3iA), Desa Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Baca Juga: Sarankan Dana Haji Diaudit Akuntan Publik, Musni Umar: Masyarakat Sudah Sulit Percaya
Menurut Gus Baha, ada sejumlah cerita mengenai beberapa ulama yang mampu melakukan kebaikan dalam hal bersosialisasi di tengah hiruk pikuk keberagaman.
Seperti kisah Nabi Ibrahim yang mendapatkan teguran dari Allah karena memberi makan orang majusi dengan mengajukan sebuah persyaratan
“Nabi Ibrahim sempat ditegur oleh Allah memberi makan orang Majusi yang sedang kelaparan dengan satu syarat, yaitu mau beriman kepada Allah. Namun orang Majusi tersebut keberatan dan menjadikan Nabi Ibrahim urung memberikan makanan. Lantas Allah menegurnya,” sebut Gus Baha.
“Nabi Ibrahim ditegur oleh Allah karena Allah saja memberi makan orang Majusi itu selama puluhan tahun, padahal dia tidak beriman. Lantas Nabi Ibrahim memanggil orang Majusi tersebut untuk diberi makan,” lanjut Gus Baha dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari situs resmi kemenag.
Gus Baha kemudian menlanjutkan dengan cerita lain bahwa Nabi Muhammad Saw memberikan maafnya kepada seorang bernama Da’sur yang cukup benci kepada nabi dan hampir membunuhnya.
Namun Nabi memilih untuk memaafkannya dan lantas menyuruhnya untuk pergi, sampai pada akhirnya Da’sur memeluk agama Islam.
Sikap pemaaf yang dimiliki oleh Nabi Muhammad nyatanya juga ia berikan kepada kaum kafir Quraisy yang telah masuk agama Islam.
Bahkan pada waktu itu, mereka agak takut karena sebelumnya sempat melakukan permusuhan terhadap Nabi.
“Orang Quraisy ini berkata bahwa Saya saksikan engkau sebagai orang yang tidak berperilaku bengis. Engkau adalah Saudara yang terhormat. Lantas Nabi memaafkan mereka sebagaimana Nabi Yusuf memaafkan saudara-saudaranya yang telah berusaha membunuhnya,” jelas Gus Baha.
Gus Baha pun menjelaskan bahwa ada beberapa kisah mengenai keteladanan Nabi dan ulama di zaman dahulu yang bisa jadi pembelajaran bagi umat Islam untuk saling membukakan pintu maaf antar teman, tetangga, dan antar warga Indonesia.
Salah satu kisah lain yang bisa dijadikan pembelajaran dari Nabi Muhammad Saw adalah sikap memberi tanpa pamrih.
“Suatu saat Nabi pernah diprotes oleh sahabatnya mengapa Nabi bersedekah kepada sahabat yang tidak biasa bersedekah? Menurut mereka ini tidak adil. Inilah cara berpikir Nabi, bahwa seseorang yang bersedekah namun mengharapkan imbalan itu tidak bermental memberi. Padahal mental memberi itu seperti pengorbanan pahlawan negara yang berjuang tanpa pamrih untuk kemerdekaan negara,” terang Gus Baha.
Acara Halal bi halal ini sendiri dihadiri oleh semua perwakilan DWP seluruh Indonesia. Pada kesempatan ini juga Penasihat DWP Kemenag RI, Eny Retno Yaqut dan Ketua DWP Kemenag Ri, Farikhah Nizar Ali memberikan sambutan pada acara ini.
Eny Retno pun mengatakan bahwa DWP Kementerian Agama akan terus mengambil peran dalam hal penguatan moderasi beragama di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang cukup beragam.
“Kita lihat akhir-akhir ini sudah menurun budaya kasih sayang dan saling toleransi. Tugas kita adalah mampu mengelola keberagaman demi persatuan dan kesatuan bangsa,” tutur Eny.***