Ancaman Bui 4,5 Tahun Jika Hina Presiden, RH: Lama-lama Tujuan Negara Jadi Penjarakan Rakyat Sebanyak Mungkin

- 8 Juni 2021, 12:40 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Twitter @ReflyHZ

PR DEPOK - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengomentari soal RUU KUHP yang mengatur bahwa siapapun yang menghina presiden akan terancam hukuman penjara 4,5 tahun.

Menanggapi hal ini, Refly Harun menilai bahwa mungkin tujuan negara semakin lama akan berubah menjadi cara memenjarakan rakyat sebanyak-banyaknya.

"Negara ini menurut saya lama-lama tujuan negaranya adalah bagaimana memenjarakan sebanyak mungkin masyarakat," ujarnya, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.

Baca Juga: 10 Makanan Peningkat Fungsi Otak, dari Ikan hingga Biji Labu Kuning

Menurutnya, RUU KUHP ini seolah hendak menghidupkan kembali pasal-pasal karet yang sempat berlaku di zaman Orde Baru.

"Kita hendak kembali kepada zaman Orde Baru, dan pada zaman penjajahan, ketika pasal-pasal di KUHP yang sering disebut pasal karet Haatzaai Artikelen itu hendak dihidupkan kembali," tuturnya melanjutkan.

Refly Harun mengungkap bahwa pasal-pasal karet itulah yang juga menjerat banyak aktivis politik dan pejuang kemerdekaan RI.

Baca Juga: Tegas! Sebut Eko Kuntadhi dan Mazdjo Pray Buzzer, Roy Suryo: Saya Tidak Menggunakan Istilah YouTuber

"Itulah pasal yang banyak menjerat aktivis-aktivis politik masa Orde Baru, dan juga pejuang-pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Karena menggunakan konstruksi bahwa yang namanya ratu atau raja atau gubernur Hindia Belanda itu tidak boleh dikritik, tidak boleh diserang harkat dan martabatnya," katanya menerangkan.

Cara yang sama, kata Refly, juga dilakukan pada zaman Orde Baru, yakni ketika publik bisa dengan mudah mengatakan bahwa pernyataan seseorang menyerang harkat dan martabat presiden.

Pakar hukum tata negara itu lantas menilai bahwa jabatan presiden dan wakil presiden itu benda mati.

Baca Juga: Rizal Ramli Terima Tantangan Debat Dana Haji, Adhie M: Contoh Parahnya DPR, Wakil Rakyat Apa Wakil Pemerintah?

"Sebagai sebuah lembaga, presiden itu adalah benda mati, yang benda hidupnya adalah orang yang mengisi jabatan itu. Jadi jabatan itu tidak boleh dan tidak bisa tersinggung seharusnya," kata Refly Harun.

Padahal, katanya melanjutkan, seharusnya pasal-pasal karet dalam KUHP itu tidak boleh dihidupkan lagi.

Terlebih, ujar Refly, Indonesia ingin mewujudkan negara yang demokratis.

Baca Juga: Unggah Foto Bersama Anang Hermansyah, Ashanty Sebut Dirinya dan Suami adalah Tom dan Jerry

Menurut sang pakar hukum, justru yang seharusnya lebih dulu dilindungi itu adalah warga negara bukan presiden ataupun wakil presiden.

Refly menyebutkan bahwa perlindungan warga negara itu disebutkan dalam konstitusi.

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," tuturnya.

Baca Juga: Mengenang 100 Tahun Soeharto, Fadli Zon Unggah Foto Bersama Presiden RI ke-2 hingga Panjatkan Doa

Oleh karena itu, katanya, tujuan negara itu adalah untuk melindungi segenap bangsa, bukan melindungi kekuasaan presiden.

"Maka menurut saya, saya termasuk orang yang sangat sangat tidak setuju kalau ini dikaitkan dengan perlindungan terhadap presiden atau pejabat terlebih dulu," ujarnya.***

Editor: Annisa.Fauziah

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x