Selain itu, rumah sakit juga tidak menyediakan oksigen yang cukup sehingga sekarang warga negara seperti ketiadaan negara karena harus berjuang untuk mengatasi hidupnya sendiri.
“Pemerintahan yang sebenarnya sudah gagal dalam mengimplementasikan, mewujudkan, menjalankan amanat konstitusi karena ternyata masyarakat tidak terlindungi. Masyarakat bahkan sekarang sedang bertaruh sedang berjuang sendiri bagaimana mempertahankan hidup mereka masing-masing,” katanya.
Refly Harun menjelaskan alasan lainnya pemerintah disebut gagal lantaran pemimpin penanganan Covid-19 di Indonesia tidak jelas, padahal statement Covid-19 adalah darurat bencana nasional.
“Covid-19 ini statement-nya adalah darurat bencana nasional. Kalau darurat bencana nasional maka kepemimpinannya adalah kepemimpinan pusat/nasional. Tetapi sering saya berkali-kali mengkritik, tidak jelas governance penanganan Covid-19 ini, siapa leading sector-nya,” tuturnya.
Refly Harun mencontohkan seharusnya pemimpin penanganan Covid-19 bisa ditegaskan yaitu adalah Menteri Kesehatan, atau Kepala BNPB, atau Menteri BUMN yang juga pelaksana. Namun di Indonesia tidak dijelaskan hal seperti itu.
“Karena ketidakjelasan tersebut akhirnya programnya seperti shortcut-shortcut dan akhirnya Luhut lagi Luhut lagi yang masuk menjadi orang kepercayaan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan. Lalu bagaimana dengan governance yang sudah misalnya disahkan dengan keputusan-keputusan presiden atau pertauran-peraturan presiden? Ini yang tidak jelas,” ujarnya.***