Sebut Tarif PPN di Indonesia Lebih Rendah dari Negara Lain, Menkumham: Penghasilan Menengah dan Kecil Tidak...

- 8 Oktober 2021, 14:52 WIB
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. /ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

PR DEPOK - Pemerintah telah menetapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui pengesehan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Secara bertahap, tarif tunggal PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen. PPN akan mulai naik menjadi 11 persen mulai 1 April 2022, dan naik kembali menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly menyampaikan dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, pada Kamis, 7 Oktober 2021.

Baca Juga: Tarif PPN Naik Jadi 11 Persen April 2022, Prastowo: tapi Sembako, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan Bebas PPN

“Pemerintah memahami aspirasi masyarakat melalui fraksi-fraksi DPR bahwa penerapan multi tarif PPN dikhawatirkan akan meningkatkan cost of compliance,” kata Yasonna Laoly.

Adapun Yasonna menyatakan bahwa secara global, tarif PPN di Indonesia lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen.

Yasonna menegaskan bahwa PPN di Indonesia, lebih rendah dari Filipina 12 persen, lebih rendah dari China 13 persen, lebih rendah dari Arab Saudi 15 persen, lebih rendah dari Pakistan 17 persen dan India 18 persen.

Baca Juga: Update Persebaran Covid-19 di Indonesia Per 8 Oktober 2021

Lebih lanjut, menurut Yasonna penerapan kenaikan tarif menjadi 12 persen ini telah dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat, dan dunia usaha yang masih belum pulih dari dampak Covid-19.

Adapun juga yang dikhawatirkan jika tarif dinaikkan menjadi 12 persen akan meningkatkan cost of compliance dan menimbulkan potensi dispute (sengketa), hingga akhirnya disepakati sistem PPN tetap menerapkan tarif tunggal.

Disahkannya UU HPP ini pemerintah akan memberikan kemudahan dalam pemungutan PPN terhadap jenis barang atau jasa tertentu maupun sektor usaha tertentu.

Baca Juga: Battlefield 2042, Game Perang Bernuansa Masa Depan

Perubahan UU PPN ini juga telah dilakukan dengan pengecualian beberapa aspek kebutuhan pokok masyarakat.

Kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya dibebaskan dari PPN.

“Sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut sama perlakuannya dengan kondisi saat ini,” ujar Yasonna Laoly, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Peringati Tragedi Tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402, Inggris Beri Rp1,2 Miliar untuk Keluarga Korban

Yasonna mengatakan, pengaturan ini dimaksudkan agar perluasan PPN ini dilakukan dengan pertimbangan asas keadilan, asas kemanfaatan khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional.

“Ini diharapkan dapat mengoptimalisasi penerimaan negara yang diselenggarakan dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum,” kata Yasonna Laoly.***

Editor: Erta Darwati

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x