Hak cuti haid untuk pekerja perempuan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 81 ayat 1 tentang Ketenagakerjaan.
Di dalamnya, disebutkan bahwa pekerja atau buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Hak tersebut diberikan menimbang kondisi kesehatan pekerja atau buruh perempuan yang berbeda ketika haid.
Sedangkan untuk pelaksanaan ketentuan mengenai bentuk pelaksanaan pemberitahuan kepada pengusaha, diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hal ini berdasarkan UUK pasal 81 ayat 2.
Bagaimana dengan upah pekerja perempuan yang cuti haid?
Baca Juga: Terakhir Hari Ini, Cus Cairkan BPNT Sembako Rp900 Ribu dan Cek Penerima di cekbansos.kemensos.go.id
Sebagaimana diatur dalam UUK pasal 93 ayat 2 huruf (b), pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja atau buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga mereka tidak bisa bekerja.
Namun, bagaimana jika upah pekerja perempuan yang cuti haid tidak dibayarkan?
Jika tidak dibayar, itu merupakan tindak pidana pelanggaran dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat tahun, dan atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 400 juta.