Layangkan Surat Terbuka Pemecatan Jokowi, Ferdinand ke Denny Indrayana: Ayolah Pulang Bang, Kita Diskusi

- 8 Juni 2023, 14:23 WIB
Potret Ferdinand Hutahaean. Ini kata Ferdinand ke Denny Indrayana yang belakangan ini melayangkan surat terbuka pemecatan Jokowi.
Potret Ferdinand Hutahaean. Ini kata Ferdinand ke Denny Indrayana yang belakangan ini melayangkan surat terbuka pemecatan Jokowi. /Instagram.com/@ferdinan_hutahaean

PR DEPOK - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana telah melayangkan surat terbuka pemecatan Presiden Jokowi dan ditujukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

 

Hal ini lantas membuat mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean berkomentar. Ia meminta Denny untuk pulang ke Indonesia dan membuka ruang diskusi dengannya.

"Abang ini jadi mirip era SAHABAT PENA, kirim-kirim Surat. Ayolah pulang bang, kita buka ruang diskusi soal pemecatan Presiden ini," kata Ferdinand dari Twitter @ferdinand_mpu yang dikutip PikiranRakyat-Depok.com pada Kamis, 8 Juni 2023.

Ferdinand juga mempersoalkan Denny yang belakangan terus membuat surat terbuka melalui akun media sosialnya. Padahal, menurutnya pernyataan Denny bisa saja dibuat diskusi bersama.

Baca Juga: Paling Favorit! 6 Tempat Bakso yang Banyak Dikunjungi di Sleman Yogyakarta, Ini Alamatnya

"Jangan bisanya surat-suratan saja seperti jalan pacaran dulu waktu sekolah. Masa sekelas abang mikirnya cetek begini?" kata politikus senior itu.

Dalam cuitan berbeda, menurutnya, surat Denny ini jika ditinjau dari sudut bahasa dan kalimat sudah ngawur.

"“Laporan Dugaan Pelanggaran Impeachment.” Jadi yang diduga melanggar Impeachmentnya dong? Memang Presiden dipecat siapa bang? Kok melanggar?" ujarnya.

"Ahh abang makin kocak aja bang," kata dia melanjutkan.

Baca Juga: Cara Cek Penerima PKH Juni 2023 Lewat HP Pakai KTP, Segera Akses Link Ini Ada BLT hingga Rp750.000

Sebelumnya, Denny menilai Presiden Jokowi layak menjalani proses pemeriksaan impeachment, karena bersikap tidak netral alias cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Ia pun menyampaikan ada tiga dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi. Berikut isi suratnya:

1. Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden. Bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang dalam acara Rosi di Kompas TV, haqqul yakin memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua pasang saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024. Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan.

Saya bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden ke-6 SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024. Menurut Rachland hal itu karena seorang 'tokoh bangsa yang pernah menjadi wakil presiden' menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY. Sebelumnya, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada pilpres 2024 hanya ada dua capres tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK.

Baca Juga: Hanya 2 Masyarakat Ini yang Bisa Dapat Tiket Gratis Jakarta Fair 2023 PRJ Kemayoran, Siapa Saja?

2. Presiden Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam pilpres 2024.

Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Anggaplah Presiden Jokowi tidak setuju, dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, presiden terbukti membiarkan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol.

Juga lucu dan aneh bin ajaib ketika presiden Jokowi membiarkan saja dua anak buahnya berperkara di pengadilan, membiarkan Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly. Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya ini, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi presiden.

3. Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024. Berbekal penguasaannya terhadap pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan dan kasus mana yang dihentikan termasuk oleh Kejaksaan dan Kepolisian.

Baca Juga: Siap-Siap! BPNT Juni 2023 Segera Cair, Cek Status Penerima Pakai Link Ini

Bukan hanya melalui kasus hukum bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024. Suharso Monoarfa misalnya, diberhentikan sebagai ketua umum partai. Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP Kenapa Suharso dicopot,sang kader menjawab, ada beberapa masalah tetapi yang utama karena "Empat kali bertemu Anies Baswedan."

Ketika Soetrisno Bachir menanyakan, Kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024. Arsul Sani menjawab "PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga," karena bertentangan dengan kehendak penguasa.***

Editor: Tesya Imanisa

Sumber: Twitter @ferdinand_mpu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x