5 Fakta Asal Muasal Bantargebang, Jadi Salah Satu Pusat Penyebaran Islam

- 3 Desember 2023, 22:05 WIB
TPST Bantargebang, tempat penampungan sampah dari DKI Jakarta dan sekitarnya.
TPST Bantargebang, tempat penampungan sampah dari DKI Jakarta dan sekitarnya. /Pikiran Rakyat/Riesty Yusnilaningsih/

Peristiwa ini cukup menimbulkan kehebohan warga sekitar karena tidak ada cara untuk mencegah anak tersebut menangis.

Yang lebih membingungkan lagi, anak kecil itu terus mengajukan permintaan yang tidak dimengerti oleh siapa pun.

Baca Juga: Cara Cek Penerima Bansos PKH Bulan Desember 2023 Pakai HP dan KTP Sendiri di link cekbansos.kemensos.go.id

Di tengah kericuhan tersebut, Syarif Hidayat yang merupakan salah satu penonton datang dan mengatakan bahwa anak tersebut meminta Ban (ikat pinggang) dan meminta untuk diambil dari pohon gebang (seperti palem) yang ada di luar.

Begitu Ban diberikan, tangis anak itu langsung terhenti. Kata Ban berarti ikat pinggang atau Amben, latar menunjuk pada suatu tempat atau pekarangan dan Gebang adalah nama pohon khusus yaitu pohon Gebang.

Setelah kejadian tersebut, Syarif Hidayat kemudian menetap di Desa Bantargebang dan tinggal di sana seumur hidupnya.

Syarif Hidayat juga memiliki nama lain yaitu Mbah Kyai Wali Husein atau dikenal dengan Mbah Husein hingga akhir hayatnya.

Baca Juga: Asli Nikmat Kali! 8 Bakso Terenak dari yang Enak di Palangkaraya, Intip Alamatnya di Sini

Kepiawaian Syarif Hidayat membuat kagum masyarakat yang menyaksikannya, sehingga sejak saat itu kawasan desa tersebut dinamakan Kampung Bantargebang.

Peristiwa supranatural Syarif Hidayat berasal dari nama Bantargebang yang berasal dari kata Ban, Latar dan Gebang.

3. Ada setelah Belanda menyerang Jepang

Perkembangan Desa Bantargebang dimulai setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, Desa Bantargebang dipimpin oleh Bapak Saiten dan Desa Cikiwuli dipimpin oleh H. Patonah.

Baca Juga: 10 Link Foto Sydney yang Bagus dan Keren, Cocok untuk Wallpaper HP dan Laptop!

Pada tahun 1950, kedua desa ini digabung menjadi satu desa, dengan Pak Saiten sebagai kepala desa. Mulanya desa tersebut bernama Sukawayana hingga akhirnya berganti menjadi Layungsari.

Halaman:

Editor: Tyas Siti Gantina


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah