Hal itu disebabkan karena ada satu hakim yang tidak diperbolehkan untuk ikut mengadili perkara PHPU, yakni Anwar Usman yang sebelumnya telah ditetapkan melanggar kode etik oleh MKMK.
"Naskah Amicus ini adalah bagian penting dari partisipasi publik, dari kaum cendekiawan, para guru besar, para akademisi, termasuk juga masyarakat sipil yang berjumlah 303 orang," kata dia menjelaskan, seperti dikutip dari ANTARA.
"Kami berdiskusi sangat panjang untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan dengan basis ilmu pengetahuan," imbuh dia menyampaikan.
Baca Juga: Jasa Marga Sediakan 25 Titik Pengisian Kendaraan Listrik Umum, Berikut Lokasinya
Seperti yang dikatakan dia, bahwa pihaknya berharap supaya perkara PHPU Pilpres yang saat ini sedang dalam proses di persidangan dapat diputuskan secara adil.
Dia pun menjelaskan bahwa diputuskan secara adil yang dimaksud bukan dalam arti digolkan, melainkan diputuskan yang konsekuensinya bisa dimenangkan dan bisa juga dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Hal yang sama pun juga dikatakan oleh Sulistyowati Irianto. Seperti yang dikatakannya, bahwa ia berharap supaya MK dapat memberikan keadilan yang bersifat substantif dalam pemenangan perkara PHPU Pilpres 2024 yang sedang dalam proses peradilan ini.
"Besar sekali harapan kami bahwa hakim Mahkamah Konstitusi tidak hanya memberikan keadilan yang sifatnya prosedural formal saja atau keadilan angka-angka saja," jelas Sulistyowati Irianto.
"Tapi juga memberikan keadilan substantif. Jadi, melihat perkara secara holistik, melihat segala proses karena hasil itu tergantung pada prosesnya," pungkasnya.***