Ganjar-Mahfud Hadirkan Saksi Ahli di Sidang PHPU 2024, Soroti Kecurangan Terstruktur hingga Politisasi Bansos

- 2 April 2024, 20:38 WIB
Dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK, tim Ganjar-Mahfud menghadirkan beberapa saksi ahli ini.
Dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK, tim Ganjar-Mahfud menghadirkan beberapa saksi ahli ini. /Instagram @ganjar_pranowo

PR DEPOK - Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo dan Moh. Mahfud MD menghadirkan sejumlah saksi ahli dalam persidangan kedua Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 pada Selasa, 2 April 2024 yang digelar di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).

Para saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang PHPU 2024 ini menyoroti dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) hingga penyalahgunaan bantuan sosial (bansos).

Dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari situs resmi MK, berikut ini para ahli yang dihadirkan oleh paslon Ganjar-Mahfud, serta hal-hal yang disoroti dalam persidangan.

Baca Juga: Pakar Kerajaan Sebut Perselisihan Pangeran William dan Harry Bisa Berakhir dalam Waktu Dekat

1. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Charles Simabura

Charles meminta MK memeriksa dugaan pelanggaran TSM pada Pemilu 2024.

Ia menilai, dalil pelanggaran TSM sudah dirumuskan dalam politik hukum Indonesia, seperti UU Pilkada maupun UU Pemilu. Dalam hal ini, aparat pemerintah dan penyelenggara pemilu rentan menjadi pihak yang paling berpotensial melakukan pelanggaran TSM.

“Politik hukum kita selalu mengarahkan ke situ. Faktanya dalam setiap pemilu, yang melakukan pelanggaran terstruktur itu ya dua pihak itu (kalau tidak penyelenggara pemilu, ya aparat pemerintah,” ujar Charles di hadapan Majelis Hakim Konstitusi Suhartoyo yang didampingi tujuh hakim lainnya seperti dikutip pada Selasa, 2 April 2024.

Sementara itu, MK pernah memeriksa dalil adanya pelanggaran TSM dalam penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dalam Pemilu Tahun 2014 dan Pemilu Tahun 2019.

Sebagai institusi yang berperan penting dan strategis untuk menyelamatkan demokrasi konstitusional Indonesia, MK menurut Charles niscaya memeriksa dan menguji secara faktual dimensi kecurangan pada Pemilu 2024 dengan kualitas pembuktian yang mendalam. Apalagi dugaan praktik kecurangan ini sama sekali belum diperiksa dan diputuskan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Artinya penting MK memastikan proses penanganan di Bawaslu sudah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang jujur, dan adil,” kata Charles.

Baca Juga: Benarkah KLJ Tahap 2 2024 Cair Sebelum Lebaran? Cek Informasi dan Status Penerima di Link Ini

2. Ahli Rekayasa Perangkat Lunak dan Manajemen Universitas Pasundan Leony Lidya

Lidya dalam sidang ini menyoroti kontroversi Aplikasi Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi). Ia melakukan diagnosis terhadap Sirekap berdasarkan sudut pandang perekayasa sistem sekaligus pengalaman menjadi programmer.

Dia menyimpulkan bahwa kontroversi yang terjadi pada Sirekap adalah by design, mulai dari tahapan mengunggah C1 di TPS (tempat pemungutan suara) hingga KPU mengklaim tidak lagi memakai Sirekap.

“Saat KPU mengabaikan Sirekap dengan berdalih bahwa aplikasi tersebut tidak dipakai rekapitulasi berjenjang saya sudah melihat Sirekap sebagai saksi bisu kejahatan Pemilu 2024,” ucap Leony.

Maka dari itu, Leony merekomendasikan agar dilakukan audit forensik untuk membuktikan kejahatan Pemilu 2024 dan dampaknya terhadap hasil pemilu.

Lanjutnya, akses informasi terhadap Sirekap harus dibuka serta unggah C1 Hasil dan D Hasil yang otentik harus dituntaskan hingga 100 persen agar mendukung transparansi dan akuntabilitas hasil rekapitulasi Pemilu 2024 oleh KPU.

Baca Juga: CPNS dan PPPK 2024 Usulan Kemenkes Disetujui 100 Persen, Ada 23.200 Formasi dan Pembaruan Insentif

3. Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Von Magniz Suseno

Hadir sebagai saksi ahli yang meninjau dari sisi etika, Magnis Suseno menekankan bahwa presiden milik semua rakyat.

Maka dari itu, presiden tidak cukup asal tidak melanggar hukum, melainkan presiden dituntut lebih menunjukkan kesadaran bahwa tanggung jawabnya adalah untuk menjamin keselamatan seluruh bangsa dan tidak menguntungkan keluarga, kerabat, atau kawannya.

“Kegawatan pelanggaran etika, bahwa masyarakat akan mentaati pemerintah dengan senang jika pemerintah bertindak atas dasar hukum yang berlaku adil dan bijaksana, tidak dasar atas hukum dan kepentingan seluruh masyarakat untuk menguntungkan kelompoknya,” ujar Magniz Suseno.

Tidak hanya itu, sosok yang akrab disapa Romo Magnis itu juga menyebutkan bahwa ada beberapa pelanggaran-pelanggaran etika yang dilakukan pada Pemilu 2024, antara lain pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, keberpihakan presiden, nepotisme, pembagian bansos, dan manipulasi proses pemilu.

Mengenai pencalonan Gibran, menurut Franz, diwarnai pelanggaran etika berat, seperti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan usia minimal calon wakil presiden, Ketua MK Anwar Usman dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sehingga dijatuhi sanksi berupa pemberhentian sebagai ketua MK.

Kemudian Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang dinyatakan melakukan pelanggaran etika oleh DKPP sehingga menerima sanksi berupa peringatan keras terakhir karena pendaftaran Gibran sebagai cawapres diterima sebelum merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 pasca putusan MK.

Baca Juga: Dua Bansos akan Cair di Bulan April, Yuk Cek Penerima di Sini!

4. I Gusti Putu Artha

I Gusti Putu Artha yang pernah menjadi anggota KPU periode 2007-2012 mengatakan bahwa terjadi pelanggaran tahapan pencalonan pemilihan presiden (pilpres).

Berdasarkan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang mengatur pencalonan peserta pemilu presiden dan wakil presiden belum direvisi setelah adanya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Hal ini, lanjut Gusti, telah melanggar Pasal 231 ayat (4) UU Pemilu karena apabila PKPU 19/2023 belum diubah, maka Gibran dinyatakan belum memenuhi syarat usia minimal cawapres.

“Selain melanggar Pasal 231 ayat (4) Undang-Undang Pemilu, penerbitan Keputusan KPU, juga melanggar PKPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Pasal 30 ayat (2) yang menjelaskan bahwa dalam pengajuan Rancangan Keputusan, Biro Penyusun melakukan penyelarasan terhadap Peraturan KPU, faktanya materi Keputusan KPU Nomor 1378 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 tidak selaras dengan Peraturan KPU,” kata Putu Artha.

Baca Juga: Tak Ingin Rekan Kerja Mengambil Cuti Hamil, Wanita di China Nekat Meracuninya untuk Menggugurkan Kandungan

5. Didin S. Damanhuri

Ekonom Senior Didin S. Damanhuri menduga ada penyalahgunaan bansos menjelang Pemilu 2024.

Didin menjelaskan, alokasi bansos pada 2024 melonjak dari tahun-tahun sebelumnya.

Ia menilai, pemberian bansos tunai maupun beras menjelang Pemilu 2024 adalah bentuk kampanye terselubung Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna memenangkan anaknya. Ini merupakan manifestasi dari "Pork Barrel Politics" seperti yang dipraktikkan anggota legislatif Amerika Serikat

Dalam hal ini, Presiden Jokowi memanfaatkan fasilitas negara di tengah ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi Covid-19.

“Bansos tunai dan beras yang seharusnya merupakan hak orang miskin justru diklaim bantuan dari Jokowi dalam rangka pemenangan paslon 02,” kata Didin.

Di sisi lain, penggelontoran bansos menjelang pencoblosan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) yang belum masuk Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) Tahun 2024 adalah tindakan sepihak Jokowi karena tidak melalui persetujuan DPR.

Tak hanya itu, politisasi penggelontoran bansos 2024 juga melibatkan para ketua umum partai politik pengusung paslon 02, sejumlah menteri, dan tanpa cuti telah menggunakan fasilitas jabatan dan sumber daya negara untuk kepentingan elektoral.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: MKRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah