Desak DPR Batalkan UU Cipta Kerja, 160 Ribu Orang Telah Tandatangani Petisi Pemuka Agama Indonesia

- 6 Oktober 2020, 10:58 WIB
Ilustrasi buruh berunjukrasa.*
Ilustrasi buruh berunjukrasa.* /Antara./

PR DEPOK - Senin 5 Oktober 2020, menjadi sejarah baru bagi bangsa Indonesia, pasalnya secara resmi DPR telah ketuk palu terkait disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau  Omnibus Law menjadi UU.

Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna yang digelar di Gedung Parlemen DPR, Senayan, Jakarta.

Dalam rapat paripurna tersebut dihadiri juga oleh Menko Perekonomian Airlanga Hartarto, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

Baca Juga: Baru 3 Hari Dirawat, Donald Trump Umumkan Keluar dari RS dan Pulang ke Gedung Putih

Menanggapi disahkannya UU Cipta Kerja tersebut, muncul petisi di Change.org bertajuk "Maklumat Pemuka Agama Indonesia: Tolak Omnibus Law dan Buka Ruang Partisipasi Publik".

Hingga pukul 7.20 WIB pada Selasa, 6 Oktober 2020 petisi tersebut telah ditandatangani hampir sebanyak 160.000 tanda tangan.

Untuk diketahui inisiator petisi tersebut merupakan pemuka agama tanah air yang terdiri dari Busryo Muqodas, Merry Kolimon, Ulil Absar Abdalla, Engkus Ruswana, Roy Murtadho, dan Penrad Sagian

Dalam keterangan pada petisi tersebut dikatakan bahwa RUU Cipta Kerja mengancam banyak sektor, mulai dari kebebasan sipil, keadilan sosial, ekonomi, budaya dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Baca Juga: Jarang Terjadi, Hari Ini Titik Orbit Mars Berada di Jarak Terdekat dengan Bumi

"Seperti yang sudah diketahui, RUU Cipta Kerja mengancam banyak sektor, mulai dari kebebasan sipil, keadilan sosial, ekonomi, budaya dan keberlanjutan lingkungan hidup," dalam keterangan tertulis, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Change.org.

Selain itu, mereka menilai terdapat beberapa persoalan mendasar dalam UU Cipta Kerja tersebut yakni:

1. Spionase dan ancaman kebebasan beragama-berkeyakinan, khususnya adanya wacana pengawasan aliran kepercayaan oleh kepolisian. Ketentuan ini justru akan melanggengkan stigma, penyingkiran, diskriminasi dan pelanggaran HAM yang terjadi berpuluh-puluh tahun kepada kelompok minoritas agama atau keyakinan dan menimbulkan kecurigaan antar sesama warga negara.

2. Pemangkasan hak-hak buruh/pekerja. Nantinya pekerja/buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah di bawah standar minimum di sebagian sektor ketenagakerjaan. Selain itu status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu.

Baca Juga: Meski UU Cipta Kerja Telah Diresmikan DPR, KSPI Sebut Akan Tetap Gelar Mogok Nasional Hari Ini

3. Potensi konflik agraria dan SDA/lingkungan hidup. Selama 5 tahun terakhir ada 1.298 kasus kriminalisasi terhadap rakyat akibat mempertahankan hak atas tanah dan wilayah hidupnya. Misalnya perubahan atas UU P3H (Pasal 82, 83 dan 84, yang ada di dalam pasal 38 UU Cipta Kerja) soal ancaman pidana kepada orang-perorangan yang dituduh melakukan penebangan pohon, memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong dan membelah pohon tanpa perizinan dari pejabat yang berwenang di kawasan hutan.

4. Pemangkasan ruang penghidupan kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat atas nama kepentingan pembangunan dan ekonomi. Aturan ini akan memberikan kemudahan bagi korporasi dan pemerintah untuk merampas tanah dan sumber daya alam yang dikuasai masyarakat, baik kelompok miskin kota, masyarakat adat, petani, dan nelayan. Akibatnya, kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat berpotensi tak memiliki ruang penghidupan yang bebas dan berdaulat untuk menopang kehidupannya.

5. Kekuasaan birokratis yang terpusat berlawanan dengan semangat desentralisasi/otonomi daerah pasca 1998. RUU Cipta Kerja akan menarik kewenangan pemerintah provinsi dalam mengelola mineral dan batubara, termasuk kewenangan penerbitan peraturan daerah dan penerbitan izin.

Baca Juga: UU Cipta Resmi Disahkan DPR, Para Pengusaha Akui Senang dan Puas

"Kami selaku para pemuka agama menyadari bahwa ruh kehadiran agama dan kepercayaan bagi dunia adalah berdiri bagi kemaslahatan seluruh umat manusia dan alam-lingkungan, karena itulah sejatinya fitrah panggilan bagi agama dan kepercayaan hadir ke tengah-tengah dunia," dalam keterangan tertulis dari laman Change.org.

Lebih lanjut dalam keterangan tertulis pihaknya mendesak DPR RI yang telah sepakat untuk membatalkan UU Cipta Kerja, serta kembali membuka ruang partisipasi publik.

"Karena itu kami meminta DPR RI untuk membatalkan UU Cipta Kerja dan kembali membuka ruang partisipasi publik yang demokratis," katanya.

Mereka menilai bahwa UU Cipta Kerja merupakan ancaman bagi anak bangsa, yakni ancaman untuk demokrasi tanah air.

Baca Juga: Omnibus Law Resmi Disahkan, Menaker Tulis Surat Terbuka 'Bersama Bagi Pekerja dan yang Menganggur'

"Omnibus Law adalah ancaman untuk kita semua. Ancaman untuk demokrasi Indonesia. Kami bersuara dengan petisi ini, untuk mengajak teman-teman menyuarakan keadilan," tuturnya.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Change.org


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x