Buat Negara Rugi 16,8 Triliun, DPR Dukung Tuntutan JPU Terkait Hukuman bagi Terdakwa Kasus Jiwasraya

- 11 Oktober 2020, 21:07 WIB
Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani dalam sidang secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 23 September 2020.
Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani dalam sidang secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 23 September 2020. /Muhammad Adimaja/Antara

PR DEPOK – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendapatkan apresiasi dari anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Habiburokhman, lantaran memberikan menetapkan hukuman berat kepada para terdakwa dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Habiburokhman mengatakan, berdasarkan fakta yang muncul dengan total kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun, dengan begitu hukuman berat dinilai pantas bagi para pelaku.

"Ini tentu harus dihukum berat. Berdasarkan UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), tuntutan ini pas berdasarkan dengan fakta yang muncul,” kata Habiburokhman seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara, Minggu 11 Oktober 2020.

Habiburokhman melanjutkan, tanpa hendak mengintervensi pengadilan, dia menilai bahwa tuntutan jaksa setidaknya memperlihatkan keseriusan dalam penegakan hukum.

Baca Juga: Kunjungi PBNU, Ida Fauziyah Promosikan UU Ciptaker yang Diklaim Ciptakan Lapangan Kerja yang Luas

Khususnya dalam kasus Jiwasraya, Habiburokhman melihat bagaimana penipuan alias fraud dipraktikkan dan fakta persidangan telah menyebutkan peran dari enam terdakwa yang diharapkan mampu memberatkan putusan dan hakim memutus sesuai dengan tuntutan jaksa.

"Ini pantas dan harus yang berat. Dengan tidak mengintervensi pengadilan, hal ini sudah terlihat fraud dan akal-akalan. Biasanya, dalam putusan nanti peran masing-masing akan disebutkan, dan itu akan jadi pemberat para terdakwa," ujar Habiburokhman.

Dia juga menegaskan jika hal pemberat para terdakwa adalah dengan menyita seluruh aset mereka yang terkait dengan mega korupsi ini.

Menurut Habiburokhman, penyitaan aset atau perampasan hasil korupsi akan sangat membantu keuangan negara dalam hal kewajiban untuk membayar polis nasabah asuransi pelat merah tersebut.

"Pengembalian aset itu penting, dan hal tersebut jadi salah satu yang harus di kejar," tuturnya.

Baca Juga: Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja Berakhir Ricuh, Ketua PBNU: Haram Hukumnya Melakukan Kerusakan

Banyak bukti mulai terungkap saat persidangan kasus korupsi Jiwasraya, mulai dari adanya pemberian gratifikasi dari terdakwa di pihak pengusaha kepada 3 terdakwa lainnya yang berasal dari manajemen lama Jiwasraya.

Selain adanya bukti gratifikasi, di dalam persidangan juga terungkap sejumlah modus dan niat jahat atau mens rea terdakwa seperti penghancuran telepon genggam yang merekam isi pembicaraan di antara terdakwa, penggunaan nama samaran, hingga yang terakhir manipulasi laporan keuangan yang dilakukan manajemen lama Jiwasraya.

Pada kasus dugaan penggelapan dana di Jiwasraya, JPU mengganjar Direktur Utama Jiwasraya 2008-2018, Hendrisman Rahim dengan tuntutan penjara badan selama 20 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Sedangkan Direktur Keuangan Jiwasraya 2008-2018, Hary Prasetyo dituntut hukuman seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.

Sementara itu, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan dituntut hukuman selama 18 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Sementara terdakwa dari pihak swasta yakni Joko Hartono Tirto, dituntut dengan hukuman seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.

Baca Juga: 9 Indikator Kerawanan Pilkada Serentak di Masa Pandemi, Salah Satunya Lonjakan Pasien yang Meninggal

Sedangkan pembacaan tuntutan terhadap dua terdakwa lainnya yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, harus ditunda karena keduanya terinfeksi Covid-19 menjelang persidangan pembacaan tuntutan dua pekan lalu.

Rencananya, Majelis hakim PN Jakarta Pusat akan membacakan vonis kepada para terdakwa pada Senin, 12 Oktober 2020.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah