Draf Omnibus Law Belum Bisa Diakses Publik, Baleg DPR: Harus Diundangkan Dulu, Maksimal Satu Bulan

- 11 Oktober 2020, 21:16 WIB
Ilustrasi Omnibus Law.
Ilustrasi Omnibus Law. /Pikiran-rakyat.com

PR DEPOK - Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law hingga kini masih banyak diperbincangkan oleh berbagai lapisan masyarakat.

Pasalnya, sejak UU Omnibus Law disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 5 Oktober 2020, beberapa pasal dari UU Omnibus Law diduga bermasalah dan dapat merugikan masyarakat, khususnya buruh dan pekerja.

Kondisi tersebut membuat beberapa warganet yang ahli di bidang hukum penasaran dan mempelajari pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Terdapat dua versi draf UU Omnibus Law yang beredar di internet, versi yang pertama memiliki jumlah halaman sebanyak 1000 halaman, dan versi kedua memiliki jumlah kurang lebih 900 halaman.

Baca Juga: Kunjungi PBNU, Ida Fauziyah Promosikan UU Ciptaker yang Diklaim Ciptakan Lapangan Kerja yang Luas

Namun nampaknya cukup membingungkan banyak warganet, selain jumlah halaman yang sangat banyak. Tak sedikit warganet yang belum paham membaca teks undang-undang.

Namun, dikabarkan sebelumnya bahwa masyarakat hingga kini belum bisa mengakses draf UU Omnibus Law yang sebenarnya.

Tak lama muncul berbagai persepsi keliru di masyarakat. Mengingat bahwa terdapat beberapa pasal yang kontroversi hingga memicu aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia.

Kemudian, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Syamsurizal mengungkapkan bahwa draf final UU Omnibus Law baru dapat dipublikasi ke masyarakat setelah diundangkan atau masuk menjadi lembaran negara.

Baca Juga: Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja Berakhir Ricuh, Ketua PBNU: Haram Hukumnya Melakukan Kerusakan

Hal itupun juga membutuhkan waktu paling lama satu bulan setelah UU disahkan oleh DPR dan Pemerintah.

Dalam artian, baik UU Omnibus Law itu disetujui dengan ditandatangani oleh Presiden atau tidak setujui.

Hal itu seperti diatur dalam UU nomor 12 Tahun 2011 juncto UU Nomor 15 Tahun 2019 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"(Draf UU Omnibus Law) belum dipublikasi karena harus diundangkan dahulu masuk dalam lembaga negara. Kalau sudah diundangkan baru milik masyatakat, serta baru boleh dipublikasikan," kata Syamsurizal pada Minggu, 11 Oktober 2020 seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI.

Dia juga menjelaskan bahwa saat ini draf UU Omnibus Law masih dalam proses penyusunan dan masih berbentuk Rancangan Undang-Undang (RUU).

Baca Juga: 9 Indikator Kerawanan Pilkada Serentak di Masa Pandemi, Salah Satunya Lonjakan Pasien yang Meninggal

Oleh karena itu, draf masih harus disusun terlebih dahulu supaya tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan di dalamnya.

"Sekarang dalam proses penyiapan karena harus disusun dengan benar. Halamannya saja hampir 1000 halaman," ujar Anggota Komisi II DPR ini.

Syamsurizal juga mengaku belum memiliki Draf UU Omnibus Law karena UU itu masih akan dikoreksi terlebih dahulu hingga kemudian diundangkan.

"Hak publik itu, setelah diundangkan," katanya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x