Ketiga, tindakan Firli dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke pihak Kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK.
Menurut ICW, padahal dalam aturan telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para Pimpinan KPK.
Keempat, yakni tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan Pimpinan KPK lainnya.
“Padahal Pasal 21 UU KPK menyatakan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial,” tuturnya.
Baca Juga: Sempat Sepakati Kerja Sama Baru, Kini Prancis Menjauh Usai Erdogan Tak Ucapkan Duka Soal Samuel Paty
Berdasarkan hal di atas, ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Selanjutnya ada tiga poin yang didesak oleh ICW, yakni sebagai berikut:
1. Dewan Pengawas menyelenggarakan sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri dan Karyoto;
2. Dewan Pengawas memanggil dan meminta keterangan dari keduanya serta saksi-saksi lainnya yang dianggap relevan dengan pelaporan ini;
Baca Juga: Sandiaga Uno Masuk Bursa Caketum PPP, Pengamat: Ada 2 Krisis di Balik Niatan Bajak dari Gerindra