Guguran Gunung Merapi Terdengar Masyarakat, Kepala BPPTKG Sebut Akibat Magma Mengalir ke Permukaan

- 18 November 2020, 15:05 WIB
Asap putih Gunung Merapi terlihat dari wilayah Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin, 16 November 2020.*
Asap putih Gunung Merapi terlihat dari wilayah Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin, 16 November 2020.* /Anatra Foto/Aloysius Jarot Nugroho./

PR DEPOK - Gunung Merapi terpantau terus aktif bergerak. Guguran yang baru saja terjadi terdengar oleh masyarakat. Guguran itu diakibatkan karena adanya tekanan dari dalam tubuh gunung berapi itu.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan guguran terjadi saat ada tekanan magma ke permukaan.

Sehingga, berbagai material yang ada pada puncak Gunung Merapi gugur karena tidak stabil.

Baca Juga: Beri Klarifikasi ke PMJ, Panitia Acara Pernikahan Putri Habib Rizieq Akui Hanya Sebar 30 Undangan

“Magma itu kan terus menuju ke permukaan, karena ada magma yang menuju permukaan material yang di atas jadi tidak stabil. Karena tidak stabil maka material yang ada di atas jatuh (ngglundung) sehingga menimbulkan suara gemuruh,” kata Hanik, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari PMJ News Rabu, 18 November 2020.

Hanik Humaida juga menjelaskan bahwa dalam status siaga (level tiga) Gunung Merapi, saat ini terdeteksi adanya dua kantong magma.

Dua kantong magma itu, menurutnya, berdasarkan prediksi BPPTKG menjadi penyuplai utama material jika nantinya Gunung Merapi mengalami erupsi.

Baca Juga: Acara Habib Rizieq Jadi Polemik, Effendi Gazali Singgung Kerumunan Pendaftaraan Pilkada Solo

“Pertama, kantong magma dangkal kurang lebih 1,5-2 km dari puncak merapi. Kedua, kantong magma dalam yang jaraknya kurang lebih 5 km dari puncak Gunung Merapi. Dari posisi hiposenter gempa vulkanik saat ini dapat disimpulkan ada dua kantong magma di Gunung Merapi,” ucap Hanik.

Menurut catatan BPPTKG, sampai status Gunung Merapi berubah menjadi siaga level tiga, belum terdeteksi intensitas gempa vulkanik dalam (VA) masih di angka 0.

Hal itu menjadikan kondisi yang berbeda bila dibandingkan pada erupsi pertama tahun 2010. Saat itu, gempa vulkanik dalam bisa mencapai tujuh kali.

Baca Juga: Sebut Habib Rizieq Bukan Musuh Negara, Babe Haikal: Sangat Jelas, Pihak Berseberangan dapat Amunisi

“Dengan kondisi tersebut mengindikasikan jika tidak ada suplai magma baru dari dalam perut Merapi, sekaligus menjadi salah satu indikasi kemungkinan erupsi 2020 ini tidak akan seperti tahun 2010,” jelasnya.

Lebih lanjut Hanik mengatakan, pada aktivitas merapi tahun 2020, gempa vulkanik dalam terakhir yang muncul adalah pada tanggal 25 September 2020 lalu.

Pola letusan Merapi tidak alami perubahan

Sementara itu, kantong magma sendiri disebut oleh Hanik berfungsi sebagai katup bagi magma yang naik ke permukaan.

Artinya, jika terjadi tekanan melebihi ambang batas, maka magma akan keluar dengan bentuk erupsi eksplosif atau efusif yang berupa pembentukan kubah lava.

“Pola letusan Merapi sendiri tidak mengalami perubahan,” ujarnya.

Baca Juga: Singgung Parade Merah Putih Banser, FPI Persoalkan Keadilan dengan Tidak Diizinkannya Reuni 212

Sebelumnya, berdasarkan catatan dari BPPTKG per tanggal 16 November 2020 menyatakan jika laju rata-rata deformasi Gunung Merapi sebesar 12 cm per harinya.

Laju rata-rata diukur dengan menggunakan electronic distance measurements (EDM) Babadan.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: PMJ News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah