Program Kemendikbud Jadi Sorotan Publik, Nadiem Makarim Ditantang Buka-bukaan

- 29 Juli 2020, 07:30 WIB
Hetifah Sjaifudian.*
Hetifah Sjaifudian.* /dok. DPR RI/

PR DEPOK - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, ditantang buka-bukaan soal mekanisme dan seleksi Putra Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sehingga bisa mendapat dana dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebanyak Rp20 miliar.

"Selama ini organisasi-organisasi ini hanya diberitahu lolos atau tidak, tanpa diberitahu mengapanya, kurangnya di mana, dan sebagainya," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian di Jakarta pada Senin, 27 Juli 2020.

Menurut Hetifah, jangan sampai organisasi islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan juga Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak mendapatkan transparansi mengenai proses dan hasil seleksi program ini.

Baca Juga: Kantor PDIP Bogor Diteror Bom Molotov, Polisi Lakukan Penyelidikan 

"Karena rekam jejak dan peran tiga organisasi itu selama ini dalam pembangunan pendidikan Indonesia, tidak bisa dikesampingkan," ujarnya seperti dilansir dari RRI pada Rabu, 29 Juli 2020.

Diketahui, program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) banyak menjadi sorotan.

Bagaimana tidak, program dengan anggaran Rp657 miliar per tahun ini, dinilai banyak persoalan di dalamnya. Salah satu carut-marutnya program ini karena banyak organisasi yang mundur dan meninggalkan Kemendikbud.

Salah satunya, Muhammadiyah yang menilai terdapat hal yang janggal dalam penetapan peserta POP ini. Bahkan Muhammadiyah memprotes terdapat dua perusahaan besar yang turut ikut menerima bantuan tersebut.

Baca Juga: Jelang Pilkada 2020, Gibran Rakabuming Salurkan Bantuan APD dan Vitamin ke 10 RS Kota Solo 

"Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno di Jakarta pada Rabu, 22 Juli 2020.

Senada, Lembaga Pendidikan Maarif NU memutuskan mundur dari program ini. Hal ini karena POP dinilai syarat kejanggalan dalam proses administrasinya.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Dia mengaku, awalnya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.

Baca Juga: Program Organisasi Penggerak Menuai Polemik, Nadiem Makarim Memohon dan Meminta Maaf 

"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka, dinyatakan proposal kami ditolak," katanya.

Tak berselang lama, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengikuti jejak Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nahdlatul Ulama PBNU yang mengundurkan diri dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Sama seperti keluhan NU dan Muhammadiyah, salah satu alasan PGRI mundur dari program kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu lantaran kriteria pemilihan dan penetapan peserta POP tidak jelas.

"PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x