Refly Harun Soroti Utang Indonesia Hampir Capai 6.000 Triliun: untuk Rakyat atau Justru Konglomerat?

- 27 Desember 2020, 18:13 WIB
Pakar hukum tata negara Refly Harun saat menghadiri program ILC.
Pakar hukum tata negara Refly Harun saat menghadiri program ILC. /Instagram/@Refly Harun./

PR DEPOK – Pakar ahli hukum tata negara (HTN), Refly Harun mengemukakan pendapatnya mengenai kabar yang mengatakan bahwa utang Indonesia hampir mencapai Rp6.000 triliun.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2020 tercatat sebesar 413,4 miliar dolar AS.

Utang tersebut terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar 202,6 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 210,8 miliar dolar AS.

Baca Juga: Refly Kecewa Said Didu Dipolisikan, Muannas: yang Sebar Hina NU Juga Bukan Cuma Gus Nur, Kecewa Gak?

Kemudian diketahui, posisi utang per akhir November 2020 mencapai angka Rp5.910,64 triliun.

Angka tersebut naik 18,54 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang tercatat senilai Rp4.814,31 triliun.

Menanggapi hal itu, Refly Harun menyebutkan bahwa jumlah utang tersebut perlu menjadi perhatian publik. Hal itu perlu dilakukan agar publik mengetahui bahwa utang Indonesia semakin bertambah.

“Ini untuk pengetahuan kita saja. Saya sendiri bukan seorang ekonom, tapi kan angka-angka ini sebenarnya angka yang perlu diketahui publik bahwa utang kita makin banyak,” ujarnya.

Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Rencana Gencarkan Polisi Siber di 2021, Rocky Gerung: Indikasi Akan Banyak Kejadian

Menurutnya, pokok permasalahannya yakni apakah utang itu memang untuk seluruh rakyat atau justru untuk pembiayaan konglomerat.

“Apakah utang-utang yang ada benar-benar digunakan untuk membangun ekonomi rakyat atau ekonomi konglomerat yang kebetulan lebih dekat dengan kekuasaan,” kata Refly seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Minggu, 27 Desember 2020.

Lebih lanjut, pria berusia 50 tahun ini menilai bahwa hal tersebut dapat terjadi karena soal keberpihakan.

“Soal inilah yang membedakan satu orang dengan orang yang lainnya,” kata Refly menambahkan.

Baca Juga: PTPN VIII Somasi Ponpes Habib Rizieq, Fadli Zon: Terlalu Kentara Diskriminasi, Apa yang Kau Cari?

Ia menjelaskan, apabila keberpihakan itu kepada UMKM dan masyarakat menengah ke bawah yang merupakan mayoritas, maka ia yakin seluruh utang-utang tersebut memang untuk menyelamatkan kehidupan rakyat.

“Tapi kalau keberpihakannya lebih condong ke para konglomerat yang mau bangkrut, misalnya, dan kemudian memperoleh skema bantuan dari pemerintah, maka di situlah sesungguhnya utang kita selama ini,” ucapnya.

Menurut keterangannya, hal itu tidak sesuai dengan pasal 33 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun atas asas kekeluargaan.

“Yang di mana maksudnya keluarga besar (masyarakat Indonesia) yang harus diutamakan terlebih dulu,” ucap Refly.

Baca Juga: Sebut Ide Sandiaga Buat Jaket Biru ala Istana Jenius, Faizal: Jangan Lupa Minta Arahan dari Luhut

Lalu ia berpendapat bahwa cabang-cabang produksi penting bagi negara juga harus dikuasai negara.

“Bumi dan air yang terkandung di dalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran konglomerat,” katanya.

***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x