Ia lantas menduga bahwa penyidik menganggap ada unggahan-unggahan yang terkait kasus pencemaran nama baik yang hilang.
Baca Juga: Sukses Atasi Covid-19, Selandia Baru akan Buka Penerbangan Internasional Awal Tahun Depan
"Timbul kasus baru karena katanya ada oknum yang mengakses akun instagram yang telah disita oleh polisi atas izin pengadilan. Sehingga oleh penyidik dianggap ada postingan-postingan tertentu yang hilang, yang mungkin, mungkin ya, terkait dengan kasus pencemaran nama baik," tuturnya.
"Sehingga oleh penyidik dibuat kasus kedua. Jadi kasus kedua yaitu Pasal 30 Undang-Undang ITE, yaitu yang isinya tentang dugaan illegal access. Artinya begini, kalau suatu akun sudah disita, maka oknum siapapun kecuali penyidik sudah tidak boleh lagi mengakses akun tersebut," kata Hotman Paris.
Pria yang dijuluki sebagai pengacara 30 Miliar itupun mengungkap pasal-pasal lain yang digunakan penyidik terhadap kasus dr. Richard Lee.
Menurutnya, penyidik juga menerapkan Pasal 221 KUHPidana lantaran ada dugaan menghilangkan barang bukti.
"Itulah katanya alasan kenapa Pasal 30 Undang-Undang ITE diterapkan, dan juga Pasal 221 KUHPidana yaitu dugaan menghilangkan barang bukti. Ini dugaan loh, kita tidak tahu, apakah benar ada akses atas akun yang sudah disita oleh polisi," katanya menjelaskan.
"Kita tidak tahu apakah benar ada dugaan menghilangkan barang bukti. Tapi ternyata kasus tersebut bukan hanya kasus pencemaran nama baik, sudah berkembang menjadi dua kasus," ujar Hotman Paris.