Waspadai Periode Open Window, Kondisi Tubuh Bugar Tapi Imunitas Lebih Rendah dari Orang Normal

16 Oktober 2020, 14:54 WIB
Ilustrasi olahraga.* /Pexels./

PR DEPOK – Di masa pandemi Covid-19, banyak orang berusaha untuk meningkatkan imunitas tubuh mereka dengan berolahraga, tujuannya agar daya tahan tubuh kuat dalam menangkal infeksi, terutama dari virus Covid-19.

Pandangan umum menganggap dengan meningkatkan intensitas olahraga, maka akan membuat tubuh menjadi lebih kuat dan bugar. Dengan begitu akan menghasilkan tingkat imunitas yang tinggi.

Pada kenyataannya hal ini memang benar. Sebab ketika melakukan olahraga dengan intensitas tinggi, seluruh organisme (tubuh) seseorang secara konstan dan optimal disuplai dengan energi dari glukosa melalui darah selama berjam-jam.

Baca Juga: Bunuh Anggota Babinsa di Tambora, Oknum Marinir TNI AL Berinisial RW Dituntut 10 Tahun Penjara

Hal ini menghasilkan peningkatan vitalitas fisik yang membuat tubuh kuat dan bugar, yang pada gilirannya juga menyebabkan peningkatan kapasitas kekebalan daya tahan tubuh.

Namun ternyata ada suatu titik kondisi, di mana setelah beberapa jam kemudian imunitas atau daya tahan tubuh akan menurun dengan cepat, bahkan lebih rendah dari imunitas orang normal yang tidak melakukan olahraga.

Kondisi inilah yang menjelaskan mengapa atlet, yang umumnya berolahraga dengan intensitas tinggi serta memiliki tubuh kuat dan bugar, sering jatuh sakit atau terifeksi virus setelah serangkaian kompetisi yang berat. Hal ini juga bisa terjadi pada orang biasa yang melakukan intensitas tinggi dalam berolahraga.

Dalam sains olahraga, kondisi ini dikenal sebagai teori periode Open Window.

Baca Juga: Luhut B Pandjaitan Sebut Covid-19 Jadi Momen Pemerintah Lakukan Reformasi di Bidang Pariwisata

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari situs Exercisemed, teori ini berawal dari penelitian yang dipimpin oleh Dr. David C. Neiman, seorang profesor di Departemen Biologi di Appalachian State University, terhadap para atlet lari yang berpartisipasi dalam ajang Maraton Los Angeles 1987, dan dilaporkan mengalami sakit atau infeksi, seminggu setelah maraton.

Penelitian tersebut menemukan adanya korelasi positif antara jumlah kilometer lari mingguan dan periode infeksi seorang atlet.

Dr. Nieman kemudian melanjutkan penelitiannya tentang hubungan antara aktivitas fisik yang berat dengan terjadinya infeksi.

Pada tahun 1994, Dr. Nieman mempresentasikan sebuah model teoritis untuk mengungkap korelasi antara aktivitas fisik dan risiko infeksi saluran pernapasan bagian atas yang menunjukkan adanya kurva seperti huruf “J”. Kurva ini dikenal dengan J curve.

Baca Juga: Komentari Aktivis KAMI Ditangkap, Fahri Hamzah: Kenapa Tidak Tangkap 575 Anggota DPR yang Bikin UU?

J curve menunjukkan bahwa intensitas tinggi dalam berolahraga akan secara drastis meningkatkan imunitas dalam waktu singkat, namun kemudian akan turun secara cepat dalam waktu beberapa jam.

Bahkan tingkatnya lebih rendah dari imunitas orang biasa yang tidak melakukan olahraga.

Dr. Neiman menemukan bahwa sistem kekebalan daya tahan tubuh menjadi melemah selama 3 sampai 72 jam setelah seseorang berolahraga dengan intensitas tinggi atau pun melakukan aktivitas berat yang berkepanjangan.

Jangka waktu tersebut lah yang disebut sebagai periode Open Window.

Baca Juga: Minta Jokowi Perintahkan Pembebasan Petinggi KAMI, Arief Poyuono: Mereka Tokoh yang Cinta Indonesia

Dr. Neiman menjelaskan, monosit dan neutrofil (dua jenis sel darah putih yang berfungsi melawan beberapa jenis infeksi) bergegas ke area yang meradang yang disebabkan oleh cedera otot selama berolahraga atau aktivitas berat.

Meskipun monosit dan neutrofil berinvasi ke area yang meradang, namun terbukti bahwa kemampuan keduanya untuk fagosit, yakni menyerang patogen (mikroorganisme parasit), menjadi berkurang pada atlet setelah melalukan olahraga berat.

Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas sel alami sebagai pembunuh patogen menjadi berkurang setelah olahraga dengan intensitas tinggi, meski tubuh nampak bugar dan kuat.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa berolahraga dengan intesitas tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat imunitas yang tinggi pula.

Baca Juga: Siap Didistribusikan, Berikut 6 Prioritas Penerima Vaksin Covid-19

Dengan begitu, memiliki tubuh yang kuat dan bugar tidak menjamin seseorang terhindar dari sakit atau infeksi virus.

Dr. Nieman menambahkan, bahwa stres dan kondisi psikologis negatif lainnya yang berlebihan, juga menyebabkan peningkatan risiko infeksi, terutama pada saluran pernapasan atas.

Untuk menghindari sakit atau infeksi virus saat Periode Open Window, Dr. Neiman menyarankan sebagai berikut.

1. Jaga tekanan hidup atau stres seminimal mungkin.

2 Makan makanan yang seimbang untuk menjaga vitamin dan mineral dalam tubuh.

3. Hindari latihan berlebihan dan kelelahan kronis.

Baca Juga: Penelitian Ungkap Golongan Darah O Miliki Risiko Lebih Rendah terhadap Covid-19

4. Pastikan tidur yang cukup dengan jadwal teratur.

5. Hindari penurunan berat badan yang cepat.

6. Hindari meletakkan tangan ke mata dan hidung (jalur utama pemindahan virus).

7. Hindari orang sakit dan kerumunan orang jika memungkinkan.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Exercisemed

Tags

Terkini

Terpopuler