Panglima Militer Sudan Mengaku Tidak Berminat Masuk dalam Pemerintahan di Masa Transisi

8 November 2021, 14:20 WIB
ABDEL Fattah Al-Burhan.*/M.AAWSAT.COM /

PR DEPOK - Panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengaku tidak tertarik berpartisipasi dalam pemerintahan manapun yang datang setelah masa transisi.

Selain itu, panglima militer Sudan itu juga membantah bahwa pihaknya harus bertanggung jawab atas kematian para pengunjuk rasa.

Protes anti-kudeta nasional telah terjadi sejak perebutan kekuasaan 25 Oktober lalu oleh tentara, tetapi telah dipenuhi dengan tindakan keras yang mematikan.

Baca Juga: Pro Kontra Reuni 212 Tahun 2021, Musni Umar: Reuni Akbar 212 Diharapkan Tetap Bisa Dilaksanakan

Menurut Komite Pusat independen Dokter Sudan, setidaknya 14 demonstran telah tewas dan sekitar 300 terluka.

“Ini adalah janji kami, janji yang kami buat untuk diri kami sendiri, rakyat Sudan, dan komunitas internasional, bahwa kami berkomitmen untuk menyelesaikan transisi demokrasi dan mengadakan pemilihan tepat waktu"

"Kami berkomitmen untuk tidak menghentikan aktivitas politik apa pun selama berlangsung damai dan dalam batas-batas deklarasi konstitusional dan bagian-bagian yang belum ditangguhkan," ujar Jenderal nomor satu di Sudan itu. sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al Jazeera pada Senin, 8 November 2021.

Baca Juga: Gala Sky Telah Tiba di Jakarta, Anak Vanessa Angel dan Bibi Andriansyah Sudah Bisa Tertawa dan Kembali Ceria

Jenderal Abdel Fattah al-Burhan menegaskan komitmennya untuk menyerahkan kekuasaan kepada sipil dengan kompetensi nasional dan berjanji menjaga masa transisi dari campur tangan asing.

“Kami berkomitmen untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil dengan kompetensi nasional"

"Dan kami berjanji untuk menjaga transisi dari campur tangan dari apa pun yang dapat menghalanginya,” ucap al-Burhan.

Baca Juga: Masa Karantina Presiden Jokowi Berakhir Hari Ini: Apa Kabar Saudara-saudaraku!

Selain itu, al-burhan juga membantah tentara bertanggung jawab atas kematian pengunjuk rasa.

"Tentara Sudan tidak membunuh warga, dan ada komite investigasi untuk mengungkap apa yang terjadi," katanya.

Wawancara itu disiarkan ketika demonstrasi anti-kudeta berlanjut di ibu kota, Khartoum dan beberapa kota lain, yang semakin meningkatkan tekanan terhadap militer di tengah krisis politik yang berkelanjutan.

Puluhan guru berunjuk rasa melawan tentara di luar kementerian pendidikan di Khartoum. Menurut serikat guru, setidaknya 80 pengunjuk rasa ditangkap di Khartoum pada Minggu kemarin. Tidak ada laporan korban jiwa.

Baca Juga: Anies Baswedan Dapat Dukungan dari Tokoh Indonesia Timur untuk Maju di Pilpres 2024

Resul Serdar, yang mewancarai al-Burhan mengatakan bahwa jenderal Sudan itu menyebutkan bahwa rakyat Sudan memiliki hak untuk memprotes secara damai.

“Al-Burhan mengatakan pembicaraan sedang berlangsung dengan partai politik dan tokoh termasuk perdana menteri terguling Abdalla Hamdok mengenai konsensus untuk membentuk pemerintahan”

“Dia mengatakan dirinya berharap untuk mencapai kesepakatan dalam 24 jam ke depan, meskipun ada beberapa kendala," kata Serdar.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Soroti Kebijakan di Jepang yang Gratiskan Tes Covid-19: Andai Indonesia Lakukan Hal yang Sama

Sebelumnya pada Minggu kemarin, pasukan keamanan Sudan menembakkan gas air mata ke beberapa demonstrasi anti-kudeta, dengan pengunjuk rasa di beberapa kota bergabung dengan seruan pembangkangan sipil selama dua hari.

Seruan untuk pembangkangan sipil dipimpin oleh Asosiasi Profesional Sudan (SPA), sebuah payung serikat pekerja yang juga berperan dalam protes yang menyebabkan pemecatan orang kuat lama Omar al-Bashir pada April 2019.

Pengambilalihan militer memicu kecaman internasional, termasuk pemotongan bantuan hukuman dan tuntutan untuk segera kembali ke pemerintahan sipil.

Baca Juga: Ternyata Ini Faktor Penyebab Sulit Berhenti Makan dan Cara Mengatasinya

Namun, menurut Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, tindakan yang telah militer lakukan bukan mengkudeta melainkan langkah untuk memperbaiki jalannya transisi di Sudan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler