Kerusuhan Pecah di Kazakhstan, Apa yang Diinginkan Pengunjuk Rasa?

7 Januari 2022, 13:25 WIB
Personel kepolisian Kazakhstan memblokir jalan selama aksi unjuk rasa berlangsung yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar di Almaty, Kazakhstan 5 Januari 2022. /Pavel Mikheyev/Reuters

PR DEPOK - Beberapa hari terakhir, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan menyuarakan kemarahan terhadap kerajaan Kazakhstan.

Di tengah ancaman varian Omicron, kini Kazakhstan juga harus berhadapan dengan krisis yang berkecamuk di negaranya.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari New York Times, kondisi tersebut menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Kazakhstan lantaran berdampak besar terhadap stabilitas wilayah yang mulai goyah sejak Rusia dan Amerika Serikat bersaing sengit memperebutkan pengaruh politik hingga ekonomi di negara tersebut.

Baca Juga: WHO Beri Peringatan, Omicron Bukan Covid-19 Varian Terakhir sebelum Pandemi Berakhir

Kerusuhan yang terjadi Kazakhstan memuncak saat pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar.

Meski begitu, kemarahan publik sudah berlangsung lama sejak timbulnya perpecehan sosial dan krisis ekonomi yang diperburuk oleh pandemi serta kurangnya demokrasi yang dipicu sejumlah kebijakan pemerintah.

Ketidakpuasan rakyat Kazakhstan juga semakin menjadi lantaran tindak korupsi yang semakin membudaya hingga membuat kekayaan negara terkonsentrasi di dalam elite politik.

Baca Juga: Senasib Seperti Laura Anna, Awkarin Akui Jadi Korban Gaga Muhammad Soal Gesek ATM: Gue Kan Alumni Tsay!

Rakyat Kazakhstan juga memprotes masa kepemimpinan mantan Presiden Nursultan Nazarbayev yang berkuasa selama lebih dari 30 tahun terakhir.

Ia akhirnya turun takhta setelah pengunjuk rasa mendesaknya untuk mundur.

Kini mantan orang nomor satu di Kazakhstan itu ditunjuk sebagai kepala Dewan Keamanan Nasional Kazakhstan.

Baca Juga: Belasan Jemaah Asal Malaysia Pergi Umrah Tanpa Riwayat Vaksinasi, Kebohongan Terungkap Saat Terpapar Omicron

Dalam beberapa cuplikan video yang diberedar sejak Rabu lalu, pengunjuk rasa tampak menyerbu gedung utama pemerintah di Kota Almaty.

Beberapa dari mereka bahkan membakar kendaraan milik polisi dan kantor cabang partai Nur Otan yang paling berkuasa di Kazakhstan.

Saat ini pengunjuk rasa tidak hanya menuntut turunnya harga bahan bakar. Tetapi juga menginginkan hak-hak seperti kesetaraan sosial terwujud di negara mereka.

Baca Juga: Diduga Omicron, Ini Kronologi Ashanty Positif Covid-19 Saat Kembali dari Turki hingga Lakukan Karantina di RS

Beberapa tuntutan yang disampaikan pengunjuk rasa antara lain perubahan sistem pemilu berdasarkan pilihan rakyat, bukan berdasarkan penunjukkan kalangan atas.

Singkatnya, rakyat menuntut penghapusan kekuatan politik tanpa oposisi yang telah ada sejak Kazakhstan merdeka dari Uni Soviet pada tahun 1991 silam.

Selain itu, di tengah kekacauan, kabinet yang tengah memimpin di negara tersebut mengirim surat pengunduran diri kepada Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev yang membuat pemerintahannya semakin rumit.

Baca Juga: David da Silva dan Bruno Cantanhede Kian Padu Bersama Punggawa Persib Bandung

Presiden Tokayev telah mengumumkan situasi darurat nasional di Almaty dan daerah penghasil minyak terbesar di Kazakhstan yakni Mangistau.

Tak hanya itu, Tokayev juga berupaya meredam situasi dengan memblokir beberapa media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Telegram.

Namun tindakan tersebut tampaknya sudah terlambat untuk meredam kemarahan rakyat, terlebih pemilu digadang-gadang akan segera digelar dalam waktu dekat.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Kenaikan Cukai Rokok 'Dilema Klasik', Deddy Corbuzier: Bentar, Saya Tidak Setuju

Kazakhstan dikenal sebagai salah satu negara penghasil minyak, gas, dan logam terbesar di dunia.

Bahkan, Presiden Vladimir Putih menyebut Kazakhstan sebagai negara kembar Rusia.

Vladimir Putin juga yakin Moskow masih memiliki pengaruh besar secara politik di Kazakhstan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: New York Times

Tags

Terkini

Terpopuler