Sanksi Invasi ke Ukraina Salah Satunya AS Tidak Beli Minyak Rusia, Ini Dampaknya untuk Dunia

9 Maret 2022, 15:40 WIB
Pabrik pengolahan minyak di ladang minyak Yarakta, milik Irkutsk Oil Company (INK), di wilayah Irkutsk, Rusia. /Vasily Fedosenko/Reuters

PR DEPOK – Amerika Serikat (AS) semakin menekan sanksi ke Rusia akibat invasi ke Ukraina.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah memberlakukan larangan langsung pada minyak Rusia dan impor energi lainnya sebagai pembalasan atas invasi Rusia ke Ukraina.

Pemerintah AS mengumumkan larangan minyak Rusia, bagian dari larangan yang lebih luas yang mencakup gas alam dan batu bara.

Baca Juga: Pentagon Tolak Ide Polandia Beri Bantuan Jet Tempur MIG-29 ke Ukraina: Perang Rusia Bisa Meluas

“Minyak Rusia tidak akan lagi dapat diterima di pelabuhan AS dan rakyat Amerika akan memberikan pukulan kuat lainnya terhadap mesin perang Vladimir Putin,” kata Biden pada hari Selasa, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Aljazeera.

Tidak hanya AS, sejumlah sekutunya turut menyetujui keputusan untuk memberi sanksi ke Rusia.

Inggris misalnya, menegaskan akan menghapus impor minyak Rusia secara bertahap pada akhir 2022 sebagai sanksi invasi ke Ukraina.

Baca Juga: China Serukan Perdamaian Antara Rusia dan Ukraina, tapi Tetap Menolak Sanksi terhadap Moskow

Adapun sanksi terbaru untuk Rusia kemungkinan akan mendorong harga minyak menjadi lebih tinggi.

Untuk diketahui, Rusia adalah pengekspor gabungan produk minyak mentah dan minyak terbesar dunia .

Rusia memproduksi sekitar 7 juta barel per hari (bph), atau 7 persen dari pasokan global.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Olahraga yang Bisa Dilakukan Wanita Meski Sedang Menstruasi, Salah Satunya Yoga

Pada tahun 2021, AS mengimpor rata-rata 209.000 barel per hari minyak mentah dan 500.000 barel per hari produk minyak lainnya dari Rusia, menurut asosiasi perdagangan Produsen Bahan Bakar dan Petrokimia Amerika.

Ini mewakili 3 persen dari impor minyak mentah AS dan 1 persen dari total minyak mentah yang diproses oleh kilang AS. Untuk Rusia, ini mewakili 3 persen dari total ekspornya.

Menurut analis Cornelia Meyer, Chief Executive Officer Meyer Resources, larangan itu adalah sesuatu yang mampu dilakukan AS.

Baca Juga: Login prakerja.go.id, Cek Pengumuman Hasil Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 23

Pasalnya, nilai tukar saat ini masih terbilang aman, namun akan jauh lebih sulit untuk benua Eropa.

“Tetapi apa yang ditunjukkan ini adalah bahwa ada tekad dari aliansi Barat, dan jika Eropa mau melakukannya, itu akan menjadi sangat penting. Sedangkan, China dan India kemungkinan akan membeli minyak Rusia yang dialihkan dari Barat,” ujarnya menambahkan.

Untuk diketahui, prospek larangan itu telah membuat harga minyak naik 30 persen bulan lalu, dengan harga minyak melayang di sekitar 130 dolar per barel dan satu galon (4,5 liter) penjualan gas reguler rata-rata 4,17 dolar pada hari Selasa di AS.

Baca Juga: Persib Bandung Bertekad Lanjutkan Tren Kemenangan dan Balas Kekalahan dari Arema FC

Adam Pankratz, seorang profesor di Sekolah Bisnis Sauder Universitas British Columbia, memperingatkan bahwa harga bisa mencapai 160 dolar  atau bahkan 200 dolar per barel jika pembeli terus menghindari minyak mentah Rusia, yang mengarah ke harga bensin AS lebih dari 5 dolar per galon.

“Pasar berjalan dengan keserakahan dan ketakutan dan saat ini ada banyak ketakutan"

“Ketakutannya adalah jika kita tidak bisa mendapatkan minyak, dari mana asalnya? [Dengan larangan ini] mereka telah membuat [7 persen] produksi dunia menjadi racun bahwa produksi pada dasarnya tidak dapat dibeli dalam banyak hal dan jika Anda melakukan itu di pasar yang sudah sangat ketat, permintaan [dan harga] akan naik,” kata analis energi itu.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler