Israel Tolak Penyelidikan Kematian Empat Anak Palestina, Kerabat: Melakukan Kejahatan dan Menyangkalnya

1 Mei 2022, 09:15 WIB
Kerabat dari empat anak Palestina yang terbunuh akibat serangan udara Israel mengecam keputusan penolakan penyelidikan. /Pixabay/Hosny Salah/

PR DEPOK – Mahkamah Agung Israel menolak permintaan untuk membuka kembali penyelidikan atas kematian empat anak Palestina oleh serangan udara Israel.

Keputusan Israel tersebut mendapat kecaman dari kerabat empat anak Palestina itu, pasalnya keempat anak tersebut terbunuh oleh serangan udara saat bermain di pantai Gaza delapan tahun lalu.

Menurut kerabat empat anak Palestina yeng terbunuh itu, keputusan Israel tersebut tidak manusiawi.

Empat anggota keluarga Bakr yakni Muhammad 12, Zakaria 10, Ismail 10, Ahed 11 terbunuh selama perang Israel 2014 di Gaza saat bermain sepak bola di pantai.

Baca Juga: Resep Opor Ayam Spesial dan Unik Ala Chef Renata, Sajian Wajib Hari Idul Fitri

Dalam putusan hari Minggu lalu, pengadilan tinggi Israel menguatkan keputusan sebelumnya oleh otoritas Israel yang menentukan pembunuhan itu adalah sebuah kesalahan.

Mohammad, 60, ayah dari salah satu anak yang terbunuh, mengatakan bahwa dia tidak terkejut dengan keputusan itu.

“Itu normal dalam kehidupan di bawah pendudukan Israel. Mereka melakukan kejahatan dan kemudian menyangkalnya sepenuhnya,” katanya, dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari Al Jazeera.

“Dunia berbicara tentang anak-anak dan hak-hak mereka. Di mana hak anak-anak Palestina kita?

Baca Juga: Segera Akses cekbansos.kemensos.go.id untuk Dapatkan Bantuan PKH hingga BPNT Sebesar Rp3 Juta dan Rp2,4 Juta

“Pembunuhan anak-anak kami adalah noda di dahi Israel. Israel memiliki semua kemampuan modern dan senjata canggih. Apakah sulit bagi mereka untuk mengakui bahwa yang dibunuh adalah anak-anak?” tambahnya.

Pada hari itu, foto Muhammad berteriak histeris dan mencoba merobek pakaiannya beredar luas.

“Momen tersulit dalam hidup saya adalah melihat anak saya dipotong-potong di kamar mayat bersama dengan keponakan saya. Mereka semua dipotong-potong,” kata pria itu.

Dia mengatakan keputusan pengadilan itu tidak masuk akal, mengingat bukti insiden yang ditangkap oleh laporan dan rekaman video.

Baca Juga: Pasukan Ukraina Sebut 20 Warga Sipil Telah Tinggalkan Azovstal, Evakuasi Segera Dilakukan

“Jika ini bukan kejahatan perang, apa itu kejahatan perang?” dia berkata.

Antara 8 Juli dan 26 Agustus 2014, serangan Israel di Gaza menewaskan 2.251 orang, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil, termasuk 299 wanita dan 551 anak-anak. Di pihak Israel, 66 tentara dan enam warga sipil tewas.

Pada 16 Juli 2014, serangan Israel menghantam kawasan pelabuhan di Gaza dekat tempat anak-anak Bakr bermain.

Serangan pertama membunuh salah satu dari mereka, yang kedua membunuh tiga lainnya ketika mereka mencoba melarikan diri.

Baca Juga: POPULER HARI INI: Pengumuman Jadwal Pencairan BSU hingga Penyebab E-Form BRI Tak Dapat Diakses

Empat anak lain dalam keluarga Bakr dan dua warga sipil yang bekerja di daerah itu juga terluka.

Insiden itu memicu kemarahan yang meluas dan disaksikan oleh wartawan asing yang berada di hotel terdekat.

Militer Israel mengakui bahwa mereka telah melancarkan serangan, menyebut kematian itu hasil yang tragis dan meluncurkan penyelidikan internal atas pembunuhan tersebut.

Pada pertengahan 2015, Israel menutup penyelidikan, mengklaim daerah itu digunakan oleh pejuang Hamas, kelompok Palestina yang memerintah Jalur Gaza.

Baca Juga: BPNT Kartu Sembako 2022 Cair Mei Ini, Segera Akses cekbansos.kemensos.go.id untuk Dapatkan BLT Rp2,4 Juta

Tiga organisasi hak asasi manusia, Al-Mezan dan Pusat Hak Asasi Manusia Palestina yang berbasis di Gaza, dan kelompok Israel Adalah, mengajukan banding ke Mahkamah Agung Israel untuk mencari penyelidikan kriminal atas insiden tersebut.

Dalam sebuah pernyataan bersama, kelompok-kelompok itu mengecam penolakan pengadilan atas banding itu sebagai indikasi lain bahwa Israel tidak mampu dan tidak mau menuntut tentaranya atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Salwa Bakr, 48, ibu dari Mohammed, 12, menangis ketika dia menggambarkan perasaan kehilangannya.

"Delapan tahun kepahitan, penderitaan, dan siksaan fisik," ujarnya.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Depok 1 Mei 2022: Siap-siap Hujan Turun Mulai Siang hingga Malam, Waspadai Potensi Petir

“Apa dosa anak-anak dan keponakan-keponakan saya? Kami di keluarga Bakr menolak keputusan Israel. Israel adalah pembunuh anak-anak kita, bagaimana bisa bertindak sebagai hakim?” dia berkata.

Dia mengatakan keluarga akan terus memperjuangkan keadilan dan meminta Pengadilan Kriminal Internasional untuk mengambil tindakan.

"Kami tidak akan menyerah apa pun yang terjadi," kata Salwa.

Pada tahun 2021, ICC membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan Israel di wilayah Palestina, termasuk tindakan selama perang 2014.

Baca Juga: Kenali Apa Itu Penyakit Paru-Paru, Gangguan Kesehatan yang Diderita Mino Raiola Sebelum Meninggal Dunia

Ahed Bakr, ayah Zakaria, menyebut apa yang dia katakan sebagai standar ganda antara sikap sebagian besar komunitas internasional terhadap perang Rusia di Ukraina, dan serangan Israel terhadap Palestina.

“Agresi Rusia diklasifikasikan sebagai kejahatan perang, dan tidak ada yang mengambil tindakan atas kejahatan yang dilakukan terhadap anak-anak kita selama 60 tahun terakhir,” tandasnya.

“Kami menolak pembunuhan dan perang di mana-mana, tetapi kemanusiaan tidak dapat dipisahkan. Kami tidak ingin melihat apa yang terjadi pada kami dari pembunuhan anak-anak kami terulang di mana pun di dunia ini,” ujarnya.

Ahed menyerukan penyelidik internasional untuk diizinkan memasuki Jalur Gaza dan mendokumentasikan kejahatan Israel terhadap anak-anak dan warga sipil.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler