Ia berpendapat bahwa rancangan perpres ini seharusnya memperjelas hal tersebut.
Lebih lanjut, persoalan akuntabilitas dan transparansi menurutnya adalah hal yang perlu perlu dijawab melalui rancangan peraturan presiden (Raperpres) tersebut.
Baca Juga: Sambut Baik Langkah Pemerintah Soal PTM, DPR: Tetap Harus Waspadai Pandemi Covid-19
“Terorisme yang berkembang terus menerus tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan TNI dan hukum pidana saja, melainkan perlu pendekatan lain,” katanya.
Ia menuturkan bahwa Raperpres tersebut diberikan beban terlalu berat seolah dapat menyelesaikan semua masalah terkait terorisme.
Di sisi lain, dosen hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti menilai rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme itu sudah salah dan keliru dalam mengaturnya terkait ancaman Hak Asasi Manusia (HAM).
Baca Juga: Satu Keluarga di Sigi Dibantai oleh Terduga MIT, MUI: Jangan Terprovokasi Oknum yang Ingin Adu Domba
Menurut penilaiannya, catatan-catatan terkait ancaman terhadap HAM dan militerisme menjadi penting untuk diperhatikan.
“Kekhawatiran masyarakat tidaklah berlebihan, karena belakangan memang diskursus kembalinya militer menangani peran otoritas sipil semakin menguat,” kata Bivitri.
Ia menjelaskan bahwa hal itu seperti kasus anggota TNI yang menurunkan spanduk dan baliho Habib Rizieq Shihab di sejumlah tempat.