Akan tetapi saat kapal yang membawa beserta yang lainnya merapat di pelabuhan kota Chongjin, Saito sontak tersadar bahwa dirinya telah termakan tipu daya pemerintah Korea Utara.
Dari atas kapal, kata Saito, ia melihat seorang anak laki-laki hanya mengenakan kemeja tua compang-camping tanpa memakai apa pun di bagian bawahnya.
"Dia (anak laki-laki, red tampak kurus. Saat itulah saya tahu bahwa kami telah tertipu," ucap Saito mengenang awal kehidupannya di Korea Utara.
Nasi sudah jadi bubur, semuanya sudah terlambat. Sejak saat itulah Saito dan keluarganya harus menjalani kehidupan yang tak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
Perempuan berusia 80 tahun ini mengungkapkan bahwa kamar yang ditinggali dirinya dan keluarga tidak memiliki air besih, termasuk juga pakaian.
Terdapat fasilitas toilet di luar ruangan, akan tetapi fasilitas tersebut digunakan secara bersama-sama.
Lebih mirisnya lagi, Saito menjelaskan bahwa ia dan keluarga hanya diberikan jatah beras atau jagung sebanyak 1,6 kilogram.
Demi bertahan hidup, lanjut Saito, mereka secara terpaksa menjual barang berharag yang dibawa dari Jepang satu demi satu.